HOME

Jumat, 30 Maret 2012

STRATEGI SYI’AH UNTUK MERUNTUHKAN ISLAM DAN KAUM MUSLIMIN

Tidak asing lagi bagi kita bahwa membongkar segala bentuk kesesatan dan para pelakunya merupakan suatu kewajiban berdasarkan ijma’ kaum muslim sampai akhir zaman.
Suatu ketika dikatakan kepada Imam Ahmad Bin Hambal: “Manakah yang lebih engkau senangi orang yang berpuasa, shalat dan beri’tikaf ataukah orang yang membicarakan ahlu bid’ah?” Maka ia menjawab: “Kalau ia shalat dan ber’itikaf maka itu (hanya) kembali ke dirinya sendiri sedangkan kalau ia berbicara tentang ahlu bid’ah maka itu untuk kaum muslimin. Dan itulah yang lebih utama.”
Begitu jauh firqah Syi’ah (yang sekarang menyebut diri sebagai Ahli Bait untuk mengelabuhi umat Islam-red) menyimpang dari nash-nash yang telah di gariskan oleh syariat. Sehingga diantaranya mereka mangatakan bahwa Karbala lebih utama dari Ka’bah, berziarah ke Karbela pada hari Arafah lebih utama dari hari semuanya, ziarah ke makam Husain merupakan amalan yang paling utama. Dan ucapan-ucapan kufur lainnya yang menunjukan bahwa mereka telah terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata. Mereka tempuh segala cara dalam rangka mematikan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan syubhat dan syahwat yang mereka lontarkan. Maka jelaslah bahwa mereka adalah musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib kita perangi dengan segenap kemampuan. Di antara usaha Syi’ah untuk mematahkan Islam dam kaum muslimin ada tiga cara yang dapat kami sebutkan secara ringkas yaitu:
MENYUSUPKAN PEMAHAMAN SESAT KE DALAM ISLAM.
Dalam upaya menyebarkan misi kesesatan Syi’ah, mereka tempuh hal itu dengan beberapa cara di antaranya:
1. Imamah (Kepemimpinan) [1]
Imamah menurut bahasa mempunyai arti kepemimpinan, baik dalam bingkai kebenaran ataupun kesesatan. Sedangkan menurut Syi’ah, imamah mempunyai arti khusus, mereka meyakini bahwa “Imamah adalah derajat kenabian. Menurut mereka Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih dari hamba-Nya yang Dia kehendaki sebagai nabi dan rasul, demikian pula Allah memilih dari hamba-Nya yang Dia kehendaki sebagai imam bagi sekalian manusia”. Bahkan Syi’ah Itsna Asyariyah menganggap bahwa imamah adalah salah satu dari rukun Islam [2] . Ini semua adalah pemahaman sesat yang menyelisihi nash-nash al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kerana ini adalah aqidah bid’ah yang tidak berasal dari Islam sama sekali.
2.Taqiyah (Menyembunyikan Hakekat)
Ulama Syi’ah mendefinisikan arti taqiyah yaitu : “Engkau mengatakan atau berbuat tidak sesuai dengan apa yang engkau yakini untuk menghindari kejahatan atas dirimu atau hartamu atau untuk menjaga kehormatanmu” [3].
Akan tetapi firqah Syi’ah ini menjadikan taqiyah tersebut sebagai alat pengumbar hawa nafsu iblis mereka, sekaligus propaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahwa taqiyah lebih tinggi kedudukannya di banding keimanan seseorang. Itu sebagaimana yang dinyatakan oleh para pembesar mereka, antara lain : Dari Abu Abdillah (tokoh Syi’ah), ia berkata : “Bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam agama kalian dan lindungilah agama kalian dengan taqiyah, maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang tidak bertaqiyah”. Ia juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahasia berarti ragu dan siapa yang mengatakan kepada selain keluarganya berarti kafir” [4]
Dari Abu Ja’far (tokoh Syi’ah), ia berkata: “Taqiyah adalah agamaku dan agama bapakku dan tidak ada iman bagi orang yang tidak bertaqiyah” [5]
Ini semua menunjukkan bahwa taqiyah merupakan metode serta senjata ampuh yang biasa dilancarkan oleh tokoh-tokoh Syi’ah pada umumnya di mana saja dan kapan saja dengan tujuan menjauhkan kaum muslimin dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Untuk menepis syubhat taqiyah ini, maka cukuplah kami kemukakan sebagian perkataan ulama Salaf sebagai bantahan atas pernyataan mereka, yaitu : “Tidak ada taqiyah lagi setelah Allah memenangkan Islam.”
Mu’adz bin Jabal dan Mujahid berkata: Taqiyah hanya ada pada permulaan Islam, sebelum kuatnya kuam muslimin, adapun sekarang maka Allah telah memuliakan kaum muslimin tanpa ada rasa takut dari musuh mereka .
3. Raj’ah
Pengertian Raj’ah adalah : “Kembalinya orang yang sudah mati ke dunia sebelum hari kiamat, atau memanggil mereka kedunia sesudah mati.” [6]
Ini jelas keyakinan sesat yang menyelisihi petunjuk al-Qur’an dan Sunnah serta aqidah Salafus Shalih. Barangsiapa yang mempercayai hal ini, maka ia telah terjerumus pada perbuatan kufur yang bisa menyeret pelakunya menjadi kafir. Wal’iyadzu Billah. Pencetus paham ini adalah Ibnu Saba’, seorang gembong Yahudi. Dengan demikian Raj’ah merupakan pemahaman yang di adopsi dari tokoh Yahudi.
Al-Mufid berkata: “Syi’ah Imamiyah (sekte yang dianut mendiang Khomaini dan Iran hingga sekarang-red) sepakat akan kepastian adanya Raj’ah yang sangat banyak dari orang yang sudah mati”.[7]
Ini adalah perkataan tokoh-tokoh Syi’ah yang memperkuat aqidah mereka tentang Raj’ah. Munculnya pemahamam ini adalah karena sebagian firqah Syi’ah mengingkari dan tidak beriman dengan yaumul qiyamah (hari kiamat) yaitu hari pembalasan.
Ibnu Hajar berkata : “Mengimani adanya Raj’ah merupakan puncak ghuluw [8] dalam firqah Syi’ah Rafidhah.” [9]. Maka kita katakan bahwa kembalinya orang yang mati sebelum hari kiamat adalah batil menurut ijma’ kaum muslimin, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَآأَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
Kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. [Al-Fathir : 22]
Ibnu Katsir berkata: “Orang yang telah mati tidak dapat memberi manfaat” [Tafsir Ibnu Katsir 3/723].
Manfaat di sini bersifat umum, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, sehingga mustahil orang mati dapat menghidupkan dirinya sendiiri. Oleh kerana itu merupakan hikmah Allah, jika suatu kaum sengaja membuat ajaran sesat yang tidak di ridhai oleh Allah baik dalam aqidah, metodologi atau lainnya, maka Allah akan menyingkap borok-borok mereka. Walaupun niat mereka baik atau tujuan mereka adalah beribadah.
Di antara paham sesat meraka yang lain ialah al-Bada [10], al- Ghaibah [11], dan masih banyak lagi lainnya, yang kesemuanya itu hanyalah khurafat yang di ajarkan oleh setan mereka.
Akan tetapi orang Syi’ah tidak merasa malu bahkan bangga karena merasa benar dengan keyakinann yang sesat ini . Dan mereka terus mendakwahkan keyakinan sesat itu. Wallahul musta’an.
BANTAHAN-BANTAHANNYA
Perkara-perkara di atas termasuk hal dapat di ketahui dengan pasti akan kesesatannya dalam Islam. Karena di dalamnya banyak terdapat penyimpangan berupa; kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Orang syi’ah meyakini kema’suman sang imam, lebih utama dari nabi, bahkan mereka anggap mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Maka Ini jelas merupakan puncak kemusyrikan. Padahal Allah berfiraman :
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
Jika kamu menyekutukan Allah, niscaya akan hapus amalmu, dan menjadi orang yang merugi. [Az-Zumar: 65]
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka Allah haramkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka. [Al- Maidah: 72].
Maka Kalau hanya mengatakan, seandainya kalau bukan karena si fulan dan si fulan, sudah merupakan syirik, maka bagaimana halnya dengan pengagungan orang Syi’ah terhadap imam-imam mereka, jelas nyata sekali kemusyrikannya. Maka semua ini adalah haram. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
لاَتُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ اْلنَصَارَى إِبْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلِهِ فَقُوْلُوْا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلِهِ أَخْرَجَاهُ
Janganlah kalian melampaui batas menyanjungku sebagaimana orang nasrani melampaui batas menyanjung Isa bin Maryam, sesungguhnya aku hanyalah hamba dan utusannya, maka panggilah aku hamba-Nya dan rasul-Nya. [HR. Bukhari dan Muslim].
Jika kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kita di larang melampaui batas, seperti istianah, istiadzah (meminta perlindungan) kepadanya, istighatsah (mengadu) kepadanya, maka apalagi kepada orang lain, yang sudah jelas lebih rendah kedudukannya dan hina, tentu akan lebih di larang oleh agama kita.
MENGKAFIRAN KAUM MUSLIM
1. Pengkafiran Mereka Terhadap Sahabat Dan Ahlu Bait Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Banyak kitab Sy’iah yang penuh dengan laknat dan pengkafiran terhadap orang yang sudah di ridhai dan di jamin masuk surga oleh Allah, baik dari kalangan muhajirin maupun anshar, Ahlu Badr, Ahlu Bai’atir Ridwan serta semua sahabat kecuali hanya sedikit saja yang tidak mereka kafirkan, yang hampir bisa di hitung dengan jari.
Ibnu Taimiyah berkata : ”Seseungggunya Syi’ah Rafidhah mengatakan: “Sesunggunya kaum Muhajirin dan Anshar menyembunyikan nash-nash sehingga mereka kafir kecuali hanya sedikit saja, lebih dari 10 orang dan sesungguhnya Abu Bakar, Umar dan semisal keduanya adalah orang munafik, yang sebelumnya adalah iman kemudian kafir.” [12]
Terdapat dalam Kitab Syi’ah Istna ‘Asyariyah yang mengatakan: “Sesungguhnya para sahabat, di karenakan mereka telah membai’at Abu Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga orang” dan dalam riwayat lain mereka menambahkan tiga atau empat, yaitu di masa khalifah Ali sehingga seluruhnya menjadi tujuh.” [13]
Dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapaknya dari Abu Ja’far, ia berkata: “Semua manusia menjadi kafir setalah meninggalnya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang yaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.” [14]
Al-Majlisi (seorang tokoh besar dan guru Syi’ah) berkata: Barangsiapa yag tidak berlepas diri dari Abu Bakar, Umar dan Utsman maka ia adalah musuh kami walapun ia sangat mencintai Ali. [15]
Inilah bukti kuat pengkafiran mereka terhadap para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Ini adalah ucapan para pembesar Syi’ah (termuat dalam buku-buku mereka sendiri), sehingga tidak mungkin untuk di pungkiri oleh sipapun, dengan dalih apapun. Padahal tuduhan kafir tersebut sebenarnya telah berbalik total kepada mereka sendiri, sebab pengakafiran mereka hanya berdasarkan nafsu belaka.
Lebih dari itu mereka juga mengkafirkan sebagian dari Ahli Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa sallam, seperti paman Nabi yaitu Al-Abbas dan penerjemah ulung al-Qur’an yaitu Abdullah bin Abbas. Orang Syi’ah menganggapnya kerdil dan bodoh, sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab mereka yang sesat. [16]. Selain itu, mereka juga mendoakan laknat untuk Ahlul Bait, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Rijal al-Kusyi, Do’anya adalah “Ya Allah laknatlah bani Fulan dan Fulan, butakan kedua matanya, sebagaimana engkau butakan kedua hatinya, dan jadikanlah kematian hati manusia sebagai tanda kematian kedua hatinya.” [17]. Lalu tokoh mereka Hasan Mustafa mengatakan, “keduanya adalah Abdullah bin Abbas dan Ubaidillah bin Abbas”
Maka lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia sesudah Nabinya menjadi seperti iblis atau seperti Abu Jahal hingga berani mengkafirkan mereka. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja, sudah berarti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan mereka yang bertumpuk-tumpuk ini, dengan membacakan hadits kepada mereka tentang keutamaan sahabat :
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ اَلْخُذْرِي-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : فَالَ رَسُوْلُ اللهِ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِي فَلَوْ اَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
Dari Abi Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah kalian mencelah sahabatku , karena seandainya kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud , niscaya tidak akan dapat menyamai dari kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setangahnya. [18]
2. Pengkafiran Mereka Terhadap Khalifah Dan Pemerintahan Islam Serta Menghukuminya Sebagai Negara Kafir.
Menurut Syi’ah Itsna’ Asyariyah bahwa semua pemerintahan selain pemerintahan Itsna’asyaryah adalah batil, dan penguasanya adalah thaghut. Barangsiapa yang berbai’at kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thaghut. Mereka berpendapat bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thaghut, sekalipun mereka menyeru kepada kebenaran. [19]
Al- Majlisi mengatakan : “Bahwa Khulafa’ur Rasyidin adalah para perampas yang murtad dari Islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang yang mengikuti mereka karena mereka mendzalimi Ahlul Bait dari awal hingga akhir.” [20]
Dan dari Abu Basyir ia berkata : “Sesungguhnya penduduk Makkah telah kafir kepada Allah dengan nyata dan sesungguhnya penduduk Madinah tujuh puluh kali lipat lebih jelek di banding penduduk Makkah.” [21]
Sedangkan di masa Ja’far bin Shadiq, Syi’ah Rafidhah juga mengatakan: “Penduduk Syam lebih jelek daripada penduduk Romawi [22] dan penduduk Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk Makkah, sedangkan peduduk Makkah telah kafir dengan nyata.” [23]
Demikianlah ucapan ulama Syi’ah, begitu kotor dan keji, Seakan-akan mereka seperti orang yang kehilangan akal mereka, alias seperti orang gila; entah gila singgasana, gila hormat, atau gila harta.
Orang Syi’ah memang identik dengan kekerasan, selalu menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan walau dengan kudeta asal menang, meskipun harus memangsa kaum Muslimin. Jelas ini adalah teori syetan yang ingin menuhankan dirinya seperti Fir’aun. Kemudian di antara kebiasaan keji orang-orang Syi’ah yang lain, adalah mencerca nagara muslim serta mengkafirkan mereka. Apalagi negara yang iltizam (berpegang) dengan hukum Islam dan banyak menerapkan sunnah Rusululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Mengkafirkan Para Qadhi (Hakim) Kaum Muslimin.
Orang Syi’ah menganggap seluruh qadhi kaum muslimin kafir, penghasilan mereka di anggap haram, orang yang memakan penghasilan mereka di anggap seperti orang yang memakan makanan haram begitu pula hukum mereka adalah hukum syetan, siapa yang kerhukum kepada mereka, maka di anggap seperti berhukum kepada thaghut dan siapa yang kembali kepada mereka dalam urusan agama di anggap seperti kembali kepada thaghut sekalipun ia berhukum atau kembali dalam masalah kebaikan dan kebanaran. Mereka berdalil dengan ayat :
يُرِيدُونَ أَ يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا
Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah di perintah untuk mengingkari terhadap thagut itu. [An-Nisa’ : 60]
Kalau mereka berdalil dalam masalah ini dengan ayat di atas, maka hal itu jelas merapukan bukti akan kedunguan dan kesesatan mereka yang nyata. [24]
6. Mengkafirkan Ulama Islam.
Dalam sebuah riwayat “Dari Harun bin Kharijah, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Abdillah: kami ingin mendatangi para penyeleweng itu, [25] kami ingin mendengar hadits dari mereka untuk kami jadikan bantahan terhadap mereka. Lalu Abu Abdillah mengatakan: Janganlah kalian mendatangi dan mendengarkan mereka, karena mereka dan agama mereka telah di laknat oleh Allah.” [26] Inilah bukti falid bahwa orang Syi’ah telah mengkafirkan ulama-ulama kita.
Kalau keadaan Syi’ah dahulu sudah sebobrok ini, padahal mereka mengaku masih menaruh cintah kepada Ahlul Bait dan mengakui Ali sebagai khalifah, bagaimana halnya dengan sekarang, tidak ragu lagi tentu akan lebih jauh dan menyaimpang.
8. Mereka Mengkafirkan Seluruh Umat.
Lebih dari itu, sesunggunya orang Syi’ah telah mengkafirkan umat ini secara keselurusn. Seperti yang terbongkar dalam kitab-kitab mereka. bahkan mereka menganggap orang muslim sebagai orang yang murtad dari Islam, hanya untuk membela kesesatan mereka sendiri, seperti pengikut Musailamah al-Kadzdzab, dan pengekor aliran zindiq, di antaranya Mukhtar bin Abu Ubaid, Nashir at- Tushy, tentara dajjal seperti Jabir al-Ja’fy, Zurarah bin A’yun serta pembunuh Umar bin Khattab yaitu Abu lu’lu’ al-Majusyi
Dalam suatu riyawat, tatkala meraka mendatangi sahabat Ali mereka berkata: “Semoga Allah melaknat orang yang menyelisihi engkau, mendustakan engkau, mendzalimi engkau, semoga Allah melaknat umat yang menentangmu, yang merendahkan engkau, segala puji bagi Allah yang menjadikan neraka sebagai tempat kembali mereka. Ya Allah laknatlah semua thaghut, Latta dan Uzza. Ya Allah laknatlah semua manusia, pengikut mereka, wali-wali mereka, penolong mereka dengan laknat yang besar.
Dari sini jelaslah, bahwa Syi’ah tidak meninggalkan seorangpun dari umat Muhammad ini kecuali mereka laknat dan meraka kafirkan seenaknya, tanpa sehelai rambutpun dari kebenaran yang mereka jadikan hujjah atasnya.
Sungguh, alangkah bodohnya orang Syi’ah, alangka sesatnya mereka, tatkala mentafsirkan ayat ini [27] hanya untuk kelompok mereka. Coba kalau mereka kita tanya, mana dalil-mu ?! Apa bukti- mu ?!, pasti mereka tidak akan bisa menjawab.
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya : Dalam ayat ini terdapat celaan secara umum bagi orang yang menyimpang dari berhukum kepda selain al-Qur’an dan Sunnah”. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/678). Lalu atas dasar apa mereka lancang mengkafirkan para qadhi kaum muslimin, para sahabat, bahkan seluruh umat ini ?!! apa hujah mereka.?!!. Tidak ada.
MEMBUAT MAKAR JAHAT
Seabrek metode telah di luncurkan oleh Syi’ah, mulai dari yang tercanggih sampai yang paling tradaisional, dalam rangka meluluh lantakan Islam dan kaum muslimin. Kali ini mereka pasang doktrin iblis.yaitu teori TAQRIB (pedekatan hubungan) antara kelompok syi’iy dengan sunny (tentu dengan maksud agar syi’ah dapat diterima di kalangan kaum Muslimin. Sesudah itu kaum Muslimin terperangkap dalam ajaran Syi’ah-red). Ini artinya mereka ingin mencampur adukan antara tauhid dengan syirik, bid’ah dengan sunnah, dan kebenaran dengan kebatilan. Sungguh ini merupakan suatu hal yang mustahil menurut akal apalagi dalil. Maka akan lebih pas jika metode ini kita beri nama doktrin syaitaniyah, karena memang sumbernya dari syetan.
Pertama kali yang memprakarsai gagasan ini bernama Syeikh Muhammad Abu Zahrah At-Tusy. [28]. Teori yang sama juga di terapkan oleh sekelompok orang yang mengklaim dirinya sebagai ahlus sunnah. Sehingga secara umum syi’iy dan sunny telah menempuh metode pendekatan ini dengan dua macam cara yaitu pendekatan secara pribadi dan sacara berkompok :
1. Pendekatan Pribadi Dari Kalangan Yang Mengaku Ahlus Sunnah Di Antaranya:
a. Muhammad Abduh. [29]
Dialah orang pertama yang mempropagandakan pemikiran ini, setelah banyak mengadopasi pemikiran-pemikiran sesat dari gurunya yaitu Jamaluddin Al-Irani (al-Afghany) yang berasal dari firqah Syi’ah Rafidhah. Muhammad Abduh dalam pemahamannya banyak menganut dan mengandalkan akal, sehinnga ia lebih di kenal sebagai tokoh aqlaniyun yaitu pendewa akal. Ia pernah belajar di universits Al-Azhar mesir. Ia menganut aliran filsafat. [30]. Menurut dia Syi’ah adalah firqah paling perlu untuk di luruskan. Tetapi ucapan ini sebenarnya itu hanyalah slogan, karena hasil yang ia dapatkan dalam mendekatkan antara Syi’ah dengan ahlus sunnah tidak terbukti sampai sekarang.
b. Mustafa As Siba’i. [31]
Termasuk jajaran tokoh yang menyerukan metode ini, ia kerapkali bahu membahu dengan ulama Syi’ah dalam rangka untuk menyatukan keduanya, baik melalui muktamar atau yang lainnya. Bahkan salah satu metode yang dia pakai dalam rangka mendekatkan antara Syi’ah dengan Sunnah yaitu dengan cara menyebarkan fiqh Syi’ah dalam buku dan kajian dan ziarah ke ulama-ulama Syi’ah. Ini semua jelas menunjukan akan kelabilan aqidah dan manhaj beilau, khususnya dalam masalah al-wala’dan bara’, karena siapapun orang yang menyimpng dari manhaj yang haq, baik dalam masalah Aqidah, ibadah atau yang lain, maka kita wajib menolaknya.
c. Musa Jarullah [32]
Di antara usaha Musa Jarullah untuk mendekatkan kedua kelompok ini yaitu dengan pengiriman surat kepada ulama Syi’ah di Najf serta pengingkarannya terhadap peyimpangan Syi’ah dan lain-lain. Akan tetapi tak membuahkan hasil, malahan suratnya di balas dengan cercaan yang lebih dasyat terhadap dirinya. Akhirnya iapun mengatakan: “Sesungguynya saya hanya ingin mambela kemulian agama dan umat ini”. Kegagalan dakwah Musa Jarullah ini tidak lain kecuali karena ia memakai cara-cara bid’ah yang tidak di kenal oleh Islam. Ini pelajaran. Maka kita tidak boleh mencontohnya. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lain, akan tetapi semuanya tumbang terlihat hasilnya.Dan begitu pula yang lain-lain..
2. Pendekatan Jama’iyah (Kolektif)
a. Jama’ah Ukhuwah Islamiyah.
Jama’ah ini di dirikan pada tahun 1937M di mesir, di pimpin oleh seorang kebatinan yang mengaku beraliran Syi’ah Ismailiyah. Ia bernama Muhammad Hasan al-A’dzamy berasal dari India, ia menyembunyikan ke-syi’ahannya, dengan tujuan untuk menyatukan antara syi’iy dengan sunny, padahal sebanarnya ia ingin menyebarkan paham kebatinannya yang sesat. Ia pernah mengatakan : “Jawabanku kepada orang yang bertanya kepadaku ‘apa madzhab-mu’, maka aku jawab : saya muslim”. Ini adalah perkataan yang dimaksudkan untuk kebatilan dan untuk membenarkan kesesatan Syi’ah yang terlaknat itu.
b. Darul Inshaf.
Dirikan pada tahun 1366H oleh Hasyim Daftardar dan Muhammad Za’by. Di antara langkah kongkrit mereka adalah taqrib (mendekatkan) beberapa madzhab menjadi satu madzhab Islam, berpusat di Mesir. Dalam kitab “Islam bainas Syi’ah was Sunnah” meraka mengatakan: bahwa Rafidhah adalah orang yang membenci sahabat sedangkan Syi’ah adalah orang yang mencintai dan ridha kepada mereka. Penyimpangan kelompok ini adalah karena mereka membedakan antara Syi’ah dan Rafidhah, padahal hakekatanya adalah sama, seperti yang dinyatakan oleh para ulama Syi’ah [Lihat kitab, Tasyayyu’ Dzahirah Thabi’iyah hal :78]
c. Darut Taqrib Bainal Madzahibil Islamiyah.
Jama’ah ini di pelopori oleh ulama Rafidhah yang bernama Muhammad Taqiyul Qumy pada tahun 1364H di Kairo. Hampir sepertiga ulama Mesir waktu itu menyambut gerakan ini. Misi organisasi ini adalah ingin menyatukan seluruh madzab islam menjadi satu kelompok atau madzhab.
Dan masih banyak kelompok lainnya yang mengupayakan persatuan, namun tak satupun yang berhasil, karena Allah tidak meridhai cara-cara mereka. Sehingga semuanya berakhir dengan kegagala dan penderitaan.
Demikianlah beberapa strategi dan langkah kaum Syi’ah untuk menyesatkan kaum Muslimin dan untuk menjajakan agama mereka supaya di terima umat Islam. Pada gilirannya, setelah kaum Muslimin menerima dan membenarkan agama syi’ah, maka mereka akan di tarik masuk ke dalam agama syi’ah dengan rayuan-rayuan menariknya. Semoga kita tetap mewaspadai gerakan mereka. Apalagi kini dengan gencarnya, kaum Syi’ah dunia maupun kaum Syi’ah Indonesia menyatakan diri sebagai pecinta Ahli Bait, dengan membuat nama perkumpulan seperti IJABI. Padahal hakikatnya mereka pembenci Ahli Bait, namun diselubungi aqidah mereka, yaitu taqiyah.
Waspadalah. Wallahu Waliyyu at-Taufiq.
Maraji’:
1. Mas’alatut-Taqrib Baina Ahlis Sunnah was Syi’ah (DR.Nashir bin Abdillah bin Ali al-Qifary).
2. Ushul Madzhabis Syi’ah (DR.Nashir bin Abdillah bin Ali al-Qifary.).
3. Kitab al-Imamah war Rad ‘ala Rafidhah Al-Hafidz Abu Nu’im al-Asbahany

ewasa ini kebid’ahan telah merebak didalam tubuh kaum muslimin sedemikian hebatnya sehingga banyak kaum muslimin yang tidak mengerti bahaya kebid’ahan padahal kebidahan tersebut dapat merusak mereka dan merusak keutuhan dan persatuan keum muslimin bahkan banyak negara Islam yang hancur lantarannya seperti daulah Bani Umayah yang jatuh disebabkan kebidahan Ja’d bin Dirham (Jahmiyah) lihatlah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika mengomentari sejarah keruntuhan Bani Umayah: “Sesungguhnya daulah Bani Umayah hancur disebabkan oleh Ja’ad Al Mu’athil” [1] dan berkata :”Jika muncul kebid’ahan-kebid’ahan yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah akan akan membalas (dengan kejelekan) pada orang yang menyelisihi Rasul dan memberi kemenangan kepada yang lainnya” [2]. Dan dalam tempat yang lain beliau berkata: “Maka iman kepada Rasul dan Jihad membela agamanya adalah sebab kebaikan dunia dan akhirat dan sebaliknya kebidahan dan penyimpangan agama serta penyelisihan terhadap sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebab kejelekan dunia dan akhirat” [3] . Bahaya Syiah terhadap kaum muslimin merupakan satu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh setiap muslim lebih-lebih yang telah meneliti dan membaca sejarah mereka sejak masa awal pertumbuhan dan perkembangannya sampai saat ini, rentang waktu yang cukup panjang dengan segala peristiwa berdarah yang telah menumpahkan darah ribuan bahkan jutaan kaum muslimin. Mengenal dan meneliti bahaya dan implikasi Syiah merupakan pembahasan yang cukup luas dan panjang lagi penting agar setiap muslim dapat mengambil pelajaran kemudian tidak terperosok dalam satu lubang berkali-kali apalagi dimasa sekarang mereka telah berusaha dengan segala sarana dan prasarana yang mereka miliki untuk menyebarkan dakwah mereka diseluruh peloksok dunia dengan perlahan-lahan namun pasti yang pada akhirnya mereka akan menam-pakkan hakikatnya bila telah mencapai apa yang menjadi tujuan mereka. Oleh sebab itu memahamkan masyarakat Islam tentang bahaya mereka dalam ideology, politik, ekonomi dan sosial kaum muslimin saat ini merupakan hal yang mendesak karena besarnya bahaya syiah terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat dan Negara Islam, apalagi di Indonesia yang kebanyakan kaum muslimin belum mengenal siapa mereka dan bagaimana bahaya mereka terhadap kaum muslimin ditambah lagi dengan munculnya nama-nama baru perwujudan dari Syiah ini seperti IJABI (Ikatan Jamaah Ahlil Bait Indonesia) [4] yang telah mulai menancapkan kuku-kuku beracunnya kedalam tubuh kaum muslimin dengan tameng kecintaan ahlil bait. Mudah-mudahan dengan pembahasan ini dapat memberikan peringatan kepada segenap kaum muslimin dan menjadi teguran kepada sebagian kaum muslimin yang mencoba menganggap syiah sebagai kawan dan sahabat dan menganggap mereka tidak membahayakan dan merugikan kaum muslimin. BAHAYA SYI’AH TERHADAP IDEOLOGI DAN PEMIKIRAN KAUM MUSLIMIN Bahaya mereka dalam bidang ini banyak sekali, diantaranya: 1. Memasukkan Kesyirikan Kedalam Masyarakat Islam Memasukkan kesyirikan Kedalam masyarakat Islam bahkan sebagian ahlil ilmu menetapkan mereka sebagai orang yang pertama membuat kesyirikan dan penyembahan kubur pada umat Islam. Hal ini terjadi lantaran sikap ekstrim mereka dalam mencintai para imam syiah sehingga membawa mereka kepada sikap ekstrim terhadap kuburan dan membuat-buat riwayat-riwayat yang dijadikan oleh mereka sebagai dasar amalan tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Ar Rodd Alal Akhnaa’iy hal. 47 : “Orang pertama yang memalsukan hadits-hadits pembolehan bepergian untuk menziarahi keramat-keramat yang ada diatas kuburan adalah ahlil bidah dari kalangan Rafidhah (Syiah) dan yang sejenis-nya dari orang-orang yang meninggalkan masjid dan mengagungkan tempat keramat yang ada padanya kesyirikan, kedustaan dan kebidahan terhadap agama Islam yang tidak ada padanya hujjah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Al-Kitab dan As Sunnah hanya menyebutkan ibadah di masjid-masjid dan tidak di tempat-tempat keramat”. Sekarang tempat-tempat keramat dan tempat-tempat ziarah Syiah menjadi tempat kesyirikan dan paganis, dan ini dapat dilihat di negeri-negeri Syiah seperti Iran demikian juga buku-buku mereka memperbolehkan bahkan menyeru kepada kesyirikan tersebut. Syaikh Musa Jaarullah berkata setelah menziarahi negara Iran dan Irak dan tinggal disana beberapa bulan bahwa dia telah melihat tempat-tempat keramat dan kuburan-kuburan ditempat mereka. Syaikh Abul Hasan Annadwiy berkata tentang bangunan keramat dikuburan Ali Ar Ridho dalam makalahnya Min Nahri Kaabul Ila Nahri Al Yarmuuk hal 93 majalah Al I’tishom, tahun (41) edisi ke-3 setelah menziarahi Iran : “Setiap orang asing yang menziarahi keramat Ali Ar Ridho akan merasa seakan-akan didalam masjid Al Haram, dia mendengar teriakan, tangisan dan desis ratapan, dipenuhi oleh laki-laki dan perempuan, dihiasi dengan hiasan-hiasan yang megah yang dibuat dengan harta benda yang sangat banyak sekali. [5] Imam Al Aluusiy pengarang kitab At Tuhfah Al Itsba Asyariyah menyatakan bahwa mereka (kaum Syiah) selalu ekstrim menyembah dan menthawafi kuburan para imam mereka bahkan sampai shalat menghadapnya tidak menghadap Ka’bah dan masih banyak lagi yang lainnya yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap berhala mereka. [6] Kemudian beliau berkata: jika ada padamu keraguan tentang hal itu silahkan pergi ke sebagian keramat-keramat mereka agar kamu melihat kenyataan ini dengan kedua matamu. [7] Inilah persaksian mereka yang telah melihat langsung keadaan kaum Syi’ah akan tetapi anat disayangkan musibah dan bencana ini akhirnya terbawa dan masuk kenegeri-negeri Islam dan menjadi kebiasaan sebagian kaum muslimin sehingga merusak aqidah dan ideology mereka. 2. Merusak Agama Islam Dan Menyesatkan Kaum muslimin Demikianlah pemikiran Syiah dengan segala keanehan dan kesesatannya terus didakwahkan dan disebarkan dengan segala sarana yang mereka miliki untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang yang akan mengikutinya dan semakin banyak orang yang meninggalkan agama Islam yang shahih dengan segala propokasi para ulama mereka yang selalu berusaha memperbanyak jumlah pengikut mereka. Propokasi ini didasarkan diatas kedustaan dan penipuan yang mereka pakai dalam menipu pengikut mereka dan orang-orang awam dari kaum muslimin diantaranya adalah slogan tidak ada perbedaan antara Sunni dan Syiah dan pernyataan mereka bahwa keganjilan ajaran Syiah sesungguhnya ada dasarnya di dalam riwayat-riwayat Ahli Sunnah. Tidak diragukan lagi dakwah dan penyebaran aqidah Syiah dan propokasi yang berisi ketetapan Syiah merupakan bagian dari Islam adalah salah satu sebab penting dalam usaha merusak dan menyesatkan kaum muslimin apalagi sekarang ada negara Ayatullah di Iran yang mereka jadikan sarana untuk menghadapi kemunculan dan kebangkitan Islam karena munculnya negara yang merusak citra keindahan dan kesempurnaan Islam dan memberi gambaran yang berlawanan dengan keinginan dan kebangkitan Islam yang sejati akan menghapus dan mengendorkan semangat dan keinginan untuk bangkit mendirikan kekhilafahan yang berdasarkan kepada Al Quran dan As Sunnah di dada para pemuda Islam, hal ini telah dimanfaatkan oleh para penjajah (kolonialis) dan mereka sangat bergembira dan memperhatikan kemunculan pemikiran dan ajaran-ajaran kebidahan melalui orang-orang yang dinamakan Orientalis yang memiliki kedudukan seperti penasehat bagi kementrian luar negeri mereka dan mereka tidak pernah lupa dengan sejarah mereka terhadap kaum muslimin. Bagaimanapun juga munculnya Syiah dengan ajaran-ajaran anehnya tanpa diragukan lagi menghambat manusia untuk berjalan dijalan Allah dan menyesatkan kaum muslimin dari agamanya yang lurus. 3. Penyebab Munculnya Golongan Zindiq Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dasar kesesatan Ismailiyah dan Nusairiyah dan sekte-sekte lainnya dari orang-orang mulhid dan zindiq adalah pembenaran berita dan riwayat dusta Syiah Rafidhah yang mereka paparkan dalam menafsirkan Al Quran dan Al Hadits, beliau berkata : Para pemimpin Ubaidiyiin (bani ubaid) hanya menegakkan dasar dakwahnya dengan kedustaan-kedustaan yang dibuat-buat oleh kaum Rafidhoh agar pengikut Syiah yang sesat dapat menerimanya kemudian orang-orang tersebut berpindah dari mencela para sahabat kepada mencela Ali kemudian mencela Allah, oleh karena itu ajaran Syiah Rafidhah adalah pintu dan jalan yang paling menghantar kepada kekufuran dan penyimpangan. [8]. Bahkan Syaikh Muhibuddib Al Khathib mencatat bahwa tasayu’ (ajaran Syiah) menjadi satu faktor pendukung tersebarnya ajaran Komunis dan Bahaiyah di Iran. [9] 4. Berusaha Menyesatkan Kaum Muslimin Dengan Merusak Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Ini merupakan usaha yang mereka lakukan untuk menyesatkan kaum muslimin sehingga untuk itu mereka masuk kekalangan ahlil hadits dan setelah itu memasukkan riwayat-riwayat palsu mereka sehingga banyak para ulama Islam yang terkecoh dengannya akan tetapi Alhamdulillah Allah tidak membiarkan begitu saja bahkan membangkitkan para imam ahlil hadits untuk membongkar makar busuk mereka itu. Syaikh As Suwaidiy berkata : “Sebagian Ulama mereka bergelut dengan ilmu hadits, mendengar hadits-hadits dari para ahli tsiqat dari Ahli Sunnah serta menghapal sanad-sanad periwayatan Ahli Sunnah yang shahih lalu menghiasi diri dengan ketakwaan dan wara’ sehingga mereka diakui termasuk kalangan ahli hadits kemudian mereka meriwayatkan hadits-hadits yang shahih dan hasan dan memasukkan hadits-hadits palsu mereka”. [10] Al Alusiy menyatakan bahwa diantara mereka itu adalah Jaabir Al Ju’fiy [11], bahkan Ibnul Qayim menjelaskan bahwa Syiah telah memalsukan hadits tentang Ali dan Ahlil Bait sebanyak lebih dari 3000 hadits. [12] BAHAYA SYI’AH TERHADAP KAUM MUSLIMIN DALAM BIDANG POLITIK Syiah seperti telah ditandaskan dalam kitab-kitab pokok mereka tidak meyakini keabsahan negera apapun juga di dunia Islam kecuali kekhilafahan Ali bin Abi Thalib dan anaknya Al Hasan dan menganggap khalifah di dunia Islam ini adalah Thoghut dan negaranya tidak sah sebagaimana dalam riwayat-riwayat mereka : Setiap panji yang ditegakkan sebelum bangkit imam yang ditunggu-tunggu kebangkitannya, maka pelakunya adalah thoghut. Oleh Karena itu jadilah Syiah tempat yang mapan bagi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang berkonspirasi menghancurkan Islam sampai sekarang dan itu terbukti dengan pengakuan dari mereka seperti duta besar Rusia di Iran Kanyaz Dakurki yang mengambil nama samaran Syaikh Isa sebagaimana dijelaskan oleh majalah yang diterbitkan kementrian Rusia tahun 1924-1925, demikian juga Jendral berkebangsaan Inggris Juaifir Alikhaan dan lain-lainnya. Syaikhul Islam menyatakan : Kebanyakan penganut agama Syiah tidak beriman kepada Islam akan tetapi menampakkan diri sebagai orang Syiah karena dangkal dan bodohnya akal Syiah untuk mengantarkan mereka kepada tujuan-tujuan kepentingan mereka. [Minhajus Sunnah 2/48] Orang yang mengerti sejarah Islam akan berpendapat para pengaku Syiah ternyata adalah musuh yang paling berbahaya yang menyerang negara Islam, karena mereka itu secara lahiriyah adalah muslimin akan tetapi dibathinnya menyimpan kekufuran dan permusuhan yang besar sekali terhadap Islam, sehingga Syiekhil Islam Ibnu Taimiyah berkata: Sesungguhnya asal setiap fitnah dan bencana adalah Syiah dan orang yang mengikuti mereka dan kebanyakan pedang yang menumpahkan darah kaum muslimin adalah dari mereka dan pada mereka bersembunyi para zindiq [13]. Dan karena mereka menganggap kaum muslimin lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani sehingga mereka bersama mereka bahu membahu dalam menghancurkan umat Islam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Sungguh kami dan kaum muslimin telah melihat apabila kaum muslimin diserang musuh kafir maka Syiah bersama mereka menghadapi kaum muslimin” [14] Lihatlah kisah masuknya Hulaghu Khan (raja Tartar Mongol) ke negeri Syam tahun 658H dimana kaum Syiah menjadi penolong dan pembantu mereka yang paling besar dalam menghancurkan negara Islam dan menegakkan negara mereka, dan ini telah diketahui dengan jelas dalam buku-buku sejarah khususnya di Iraq dimana menteri khalifah waktu itu yang bernama Ibnul Alqaamiy dan kaum Syiah menjadi pembantu Hulaghu Khan dalam menaklukkan Iraq dan menumpahkan darah kaum muslimin yang tidak terhitung jumlahnya. Ringkas kejadiannya Ibnul Alqaamiy adalah seorang menteri pada khalifah bani Abasiyah yang bernama Al Mu’tashim seorang Ahli Sunnah akan tetapi dia lengah dan tidak memperhatikan bahaya Syiah sehingga mengangkat seorang Syiah sebagai menterinya padahal menterinya ini telah merencanakan makar busuk dalam rangka menghancurkan negaranya dan kaum muslimin serta menegakkan negara Syiah, ketika mendapat jabatan tinggi tersebut maka dia memanfaatkannya untuk merealisasikan makarnya menghancurkan negara Islam dengan melakukan tiga marhalah: 1. Melemahkan Tentara Muslimin Dengan Menghapus Gaji Dan Bantuan Kepada Para Tentara Dan Mengurangi Jumlahnya. Ibnu Katsir berkata : Menteri Ibnul Alqaamiy berusaha keras untuk menyingkirkan para tentara dan menghapus namanya dari dewan kerajaan. Pada akhir masa pemerintahan Al Muntashir [15] tentara kaum muslimin mendekati jumlah seratus ribu tentara… dan dia terus berusaha menguranginya sehingga tidak tinggal kecuali sepuluh ribu orang tentara saja.[16] 2. Menghubungi Tartar Ibnu Katsir memaparkan bahwa dia menghubungi Tartar dan memotivasi mereka untuk merebut wilayah Islam serta mempermudah mereka untuk itu lalu dia menceritakan keadaan yang sesungguhnya dan menceritakan kelemahan-kelemahan para tokoh pemimpin Islam. [17] 3. Melarang Orang Memerangi Tartar Dan Menipu Khalifah Dan Masyarakat Islam. Ibnul Alqaamiy melarang orang untuk memerangi Tartar dan menipu Khalifah dan para penasehatnya dengan mengatakan bahwa Tartar tidak ingin perang akan tetapi ingin membuat perjanjian damai dengan mereka dan meminta Khalifah untuk menyambut mereka untuk kemudian berdamai dengan memberi separuh hasil pemasukan negeri Iraq untuk Tartar dan separuhnya untuk khalifah. Lalu khalifah berangkat bersama tujuh ratus orang dari para hakim, ahli fiqih, amir-amir dan pembantu-pembantunya… lalu dengan tipu daya ini terbunuhlah khalifah dan orang yang bersamanya dari para panglima tentara dan prajurit pilihannya tanpa susah payah dari Tartar. Sedang orang-orang Syiah lainnya menasehati Hulaghu Khan untuk tidak menerima perdamaian khalifah dengan mengatakan bahwa kalau terjadi perdamaianpun tidak akan bertahan kecuali setahun atau dua tahu saja kemudian kembali seperti sebelumnya dan memotivasi Hulaghu Khan untuk membunuh khalifah, dan dikisahkan yang menyuruh membunuh kholifah adalah Ibnul Alqaamiy dan Nushair Ath Thusiy.[18] Kemudian mereka masuk ke negeri Iraq dan membunuhi semua orang yang dapat dibunuh dari kalangan laki-laki, perempuan, anak-anak, orang jompo dan tidak ada yang lolos kecuali ahli dzimmah dari kalangan Nashrani dan Yahudi serta orang-orang yang berlindung kepada mereka dan ke rumah Ibnul Alqaamiy.[19] Terbunuhnya jiwa dalam peristiwa tragis tersebut lebih dari belasan juta orang dan belum ada dalam sejarah Islam bencana seperti bencana yang ditimbulkan orang Tartar Mongol, mereka membunuhi orang-orang Bani Haasyim, menawan para wanita Abasyiyah dan selain Abasyiyah. Kemudian apakah ada orang yang berloyalitas kepada ahli bait Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga memudahkan kaum Kafir untuk membunuh dan menawan mereka dan kaum muslimin? [20] Lihatlah dan renungkanlah kejadian besar ini dan ambillah pelajaran wahai Ahli Sunnah dalam melakukan pendekatan terhadap mereka.!!!!.[21] BAHAYA SYIAH DALAM BIDANG SOSIAL. Orang syiah yang hidup bersama kaum muslimin selalu menyembunyikan hakikatnya dan selalu menggunakan tipu daya, khianat dan berbuat jahat cukuplah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang mereka menjadi saksi akan hal tersebut sejak dahulu kala dan dapat dirasakan dizaman kita ini, berkata Syaikhil Islam : Adapun Rafidhah (Syiah), mereka tidak berinteraksi sosial dengan orang lain kecuali menggunakan kenifakan karena agama yang ada dihatinya adalah agama yang rusak yang membawanya untuk berdusta, khianat, menipu dan berbuat jahat terhadap orang sehingga dia melakukan kejahatan apa saja [22]. Ini persaksian seorang tokoh Sunniy, mungkin ada yang mengatakan : Itukan hanya tuduhan belaka! Tanpa bukti Akan tetapi jika kita melihat kembali ke kitab-kitab rujukan mereka didapatkan pemaparan beliau ini pas. Lihatlah dalam kitab Rijal Al Kisysyiy ada kisah seorang Syiah kepada imam-nya bagaimana dia membunuh sejumlah orang yang menyelisihinya, ia berkata : Diantara mereka ada yang saya naik ke atap rumahnya dengan tangga dan saya bunuh, ada yang saya ajak keluar di malam hari, ketika dia keluar pintu langsung saya bunuh, ada yang saya temani dalam perjalannya, lalu ketika bersendirian saya bunuh [23]. Ulama Syiah yang bernama Ni’matullah Al Jazaairiy bercerita tentang menteri Ar Rasyid yang bernama Ali bin Yaqthiin, dia di penjara bersama sejumlah orang yang menyelisihinya (dalam madzhab) lalu dia memerintahkan para budaknya untuk merobohkan atap penjara tempat mereka dan mereka mati seluruhnya dan jumlah mereka waktu itu lima ratus orang, kemudian dia ingin mengelak dari tuntutan darah mereka lalu dia mengutus orang ke Imam Maulana Al Kaadzim dan sang imam membalas dengan menulis jawabannya : Seandainya engkau telah memberitahukan saya sebelum membunuh mereka maka kamu lolos dari tuntutan darah tersebut dan ketika kamu tidak memberitahukan saya terlebih dahulu maka bayarlah sebagaia tebusannya satu kambing untuk setiap orang dan seekor kambing itu lebih baik daripada mereka.[24] Lihatlah bagaimana mereka tinggal hidup ditengah-tengah kaum muslimin, bagaimana imam mereka menyetujui pembunuhan limaratus orang hanya sekedar mereka bukanlah orang Syiah dan hanya memerintahkan membayar satu kambing perorang lantaran tidak izin dahulu kepada imam mereka dan jika sudah izin kepada imam mereka atau wakilnya yaitu para faaqiih maka bisa berbuat semaunya. Kemudian tokoh Syiah ini berkomentar tentang kisah tersebut : Lihatlah tebusan yang rendah ini yang tidak sampai menyamai tebusan (diyat) adik mereka yaitu anjing buruan karena diyatnya (tebusan) dua puluh dirham dan tidak pula diyat (tebusan) kakak mereka yaitu orang Yahudi atau Majusi karena diyatnya (tebusannya) delapan ratus dirham. [25] Sejarah membuktikan bahwa mereka banyak menyulut fitnah dikalangan kaum muslimin karena mereka berani mencela dan melecehkan para sahabat dalam setiap pertemuan tahunan mereka, dan kalau kita melihat sejarah terjadinya pertumpahan darah antara Syiah dengan Ahlus Sunnah yang pertama di Baghdad adalah tahun 238 H kemudian berlanjut fitnah-fitnah yang telah banyak memakan korban dari kalangan kaum muslimin. Diantara bahaya Syiah terhadap tatanan sosial masyarakat Islam adalah pembolehan nikah Mut’ah yaitu kesepakatan rahasia untuk melakukan hubungan suami istri kepada wanita yang telah sepakat dengannya walaupun dari kalangan pekerja seks komersil (WTS) atau wanita yang masih bersuami, lihat pendapatnya Ath-Thusiy, ia berkata : Tidak mengapa bermut’ah dengan wanita fajiroh [26] dan Khumainiy juga berfatwa bolehnya bermut’ah dengan pezina [27]. Oleh karena itu mereka mungkin bersepakat untuk sehari, dua hari atau sekali dan dua kali. Al Aluusy berkata : Barang siapa yang melihat keadaan orang-orang Syiah sekarang dalam masalah Mut’ah tidak butuh dalam menghukum mereka berzina keada bukti-bukti karena seorang wanita berzina dengan dua puluh laki-laki dalam satu hari satu malam dan mengatakan bahwa dia berbuat Mut’ah. Dan tersedia buat mereka lokalisasi-lokalisasi untuk Mut’ah yang berpajangan disana para wanita dan mereka memiliki mucikari-mucikari yang menghubungkan laki-laki dengan para wanita atau para wanita dengan para laki-laki sehingga mereka memilih yang mereka senangi dan memberikan upahnya dan menarik para wanita tersebut kepada laknat Allah. [28] Bukankah ini semua merupakan bahaya yang sangat besar, ambillah pelajaran wahai ulil ab-shor. BAHAYA SYIAH DALAM BIDANG EKONOMI Demikian pula Syiah memiliki pengaruh jelek dalam bidang ekonomi bagi kaum muslimin hal ini dan ini cukup jelas kalau di pandang darti bahaya mereka dalam bidang-bidang yang lain, sebab kerusakan politik, ideologi dan pemikiran serta tatanan sosial amat berpengaruh dalam bidang ekonomi, lihatlah fitnah-fitnah yang mereka timbulkan banyak menghabiskan harta benda, nyawa dan waktu sehingga memberikan kesempatan yang luas bagi musuh-musuh Islam menghancurkan ekonomi dan budaya kaum muslimin apalagi dipandang dari sudut aqidah mereka yang menganggap harta dan jiwa kaum muslimin yang bertentangan dengan mereka adalah harta yang boleh dirampas dan diambil dengan dakwaan yang dusta bahwa hal itu adalah hak ahlil bait padahal harta-harta tersebut dipergunakan untuk merealisasikan keinginan-keinginan khusus mereka dan untuk menjalankan makar dan tipu daya mereka dalam menghadapi umat Islam . Dr Ali Assaalus berkata : Dari kenyataan madzhab Ja’fariyah pada saat-saat ini kita dapatkan orang yang ingin berhaji harus menghitung jumlah hartanya semua kemudian membayar seperlima harga hartanya untuk diserahkan kepada para ahli fiqih yang berfatwa kewajiban khumus dan yang tidak membayarnya tidak dibolehkan haji dengan demikian para ahli fiqih Syiah tersebut telah menghalalakan pengambilan harta dengan kebatilan. [29] Berkata Syaikhul Islam : Adapaun pendapat Rafidhah bahwa Khumus hasil pendapatan kaum muslimin diambil dari mereka dan di bayarkan kepada orang yang mereka anggap sebagai pengganti imam yang maksum atau kepada yang lainnya adalah pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang sahabatpun dan tidak juga Ali dan yang lainnyadan juga tidak dikatakan oleh seorang tabiin dan dari kerabat Bani Hasyim atau yang lainnya. Semua penukilan dari Ali atau Ulama ahlil bait seperti Al Hasan, Al Husain, Ali bin Al Husain, Abu Ja’far Al Baaqir, Ja’far bin Muhamad adalah kedustaan karena itu menyelisihi riwayat yang mutawatir dari sejarah Ali bin Abi Thalib karena beliau memerintahkan kaum muslimin selama empat tahun dan belum pernah mengambil dari kaum muslimin sedikitpun hartanya bahkan tidak ada dimasa pemerintahannya pembagian khumus sama sekali. Adapun kaum muslimin tidak diambil khumus hartanya oleh beliau atau orang lain dan kaum kufarlah yang kapan dirampas dari harta mereka diambil seperlimanya dengan dasar Alkitab dan As Sunnah akan tetapi dizaman beliau kaum muslimin tidak melakukan peperangan dengan kaum kufar disebabkan adanya perselisihan diantara mereka dari fitnah dan perpecahan. Demikian juga telah diketahui secara pasti bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengambil khumus harta kaum muslimin dan tidak juga meminta dari seorang muslimpun khumus hartanya. [30] Demikianlah mereka mengambil khumus dalam rangka untuk memenuhi kepentingan dan keinginan ulama-ulama mereka. Inilah selintas tentang bahaya Syiah yang telah menjadi satu kenyataan dan bukan untuk menjelaskan keseluruhannya dan cukuplah kitab-kitab para ulama Islam telah menjelaskan semuanya dan kita hanya dituntut unruk membaca kembali dan berhati-hati dari mereka dan gerakannya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita dari mereka dan menunjuki kita kejalan yang lurus. (Disarikan Oleh Abu Asma Kholid bin Syamhudi dari kitab Ushul Madzhab Syiah Its-na Asyariyah karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifaariy dengan penambahan dari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya) [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, _______ Footnote [1]. Lihat majmu’ fatawa 13/182 [2]. Ibid 13/177 [3]. Ibid 13/179 [4]. Nama ini juga dikenal dalam istilah internasional dengan Jam’iyah Ahlil Bait ,yang menunjukkan bahwa gerakan ini bersifat internasional dan bukan hanya nasional saja dan sebenarnya mereka tidak pantas dijadikan sebagai jamaah ahlil bait karena mereka telah mencela para Istri Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam yang merupakan ahli baitnya beliau, maka berhati-hatilah !!! [5]. Llihat lebih detail lagi dalam kitan Ushul Madzhab Syiah Al Itsna Asyarah hal 1071-1072 [6]. Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyarah hal.300 [7]. Iibid [8]. Minhajus Sunnah 4/3 [9]. Lihat Al Khuthuth Al Aridhoh hal. 44-45. [10]. Dinukil oleh penulis Ushul Madzhab Syiah Itsna Asyara dari Naqdhi Aqaaidi Syiah, lihat ushul madzhab hal 1194. [11]. Suyuf Al Musyriqah hal 50. [12]. Lihat kitab manaarul Muniif. Hal 116. [13]. Minhajus sunnah 3/243 [14]. Ibid 4/110. [15]. Khalifah sebelum Al Mu’tashim [16]. Al Bidayah Wan Nihaayah 13/202. [17]. Ibid [18]. Lihat kisah lengkapnya di Al Bidayah Wan Nihayah 13/201. [19]. Al bidayah Wannihayah 13/201-202. [20]. Lihat Minhajus Sunnah 3/38. [21]. Dan masih banyak kisah-kisah lainnya seperti kisah daulah shofawiyah dll yang sangat panjang sekali untuk diceritakan dalam kesempatan yang sempit ini. [22]. Minhajus Sunnah 3/260. [23]. Rijal Al Kisyi hal 342-343 (dinukil dari Ushul Madzhab Syiah hal 1232) [24]. Al Anwaar An Nu’maniyah 2/308 [25]. Ibid [26]. An Niyaahah hal.490 [27]. Tahriril Wasilah 2/292 [28]. Dinukil dari Ushul Madzhab Syiah hal 1235-1236. [29]. Atasar Al Imamah fil Fiqh Ja’fari hal. 391. [30]. Minhajus Sunnah 3/154

ewasa ini kebid’ahan telah merebak didalam tubuh kaum muslimin sedemikian hebatnya sehingga banyak kaum muslimin yang tidak mengerti bahaya kebid’ahan padahal kebidahan tersebut dapat merusak mereka dan merusak keutuhan dan persatuan keum muslimin bahkan banyak negara Islam yang hancur lantarannya seperti daulah Bani Umayah yang jatuh disebabkan kebidahan Ja’d bin Dirham (Jahmiyah) lihatlah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika mengomentari sejarah keruntuhan Bani Umayah: “Sesungguhnya daulah Bani Umayah hancur disebabkan oleh Ja’ad Al Mu’athil” [1] dan berkata :”Jika muncul kebid’ahan-kebid’ahan yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah akan akan membalas (dengan kejelekan) pada orang yang menyelisihi Rasul dan memberi kemenangan kepada yang lainnya” [2]. Dan dalam tempat yang lain beliau berkata: “Maka iman kepada Rasul dan Jihad membela agamanya adalah sebab kebaikan dunia dan akhirat dan sebaliknya kebidahan dan penyimpangan agama serta penyelisihan terhadap sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebab kejelekan dunia dan akhirat” [3] .
Bahaya Syiah terhadap kaum muslimin merupakan satu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh setiap muslim lebih-lebih yang telah meneliti dan membaca sejarah mereka sejak masa awal pertumbuhan dan perkembangannya sampai saat ini, rentang waktu yang cukup panjang dengan segala peristiwa berdarah yang telah menumpahkan darah ribuan bahkan jutaan kaum muslimin.
Mengenal dan meneliti bahaya dan implikasi Syiah merupakan pembahasan yang cukup luas dan panjang lagi penting agar setiap muslim dapat mengambil pelajaran kemudian tidak terperosok dalam satu lubang berkali-kali apalagi dimasa sekarang mereka telah berusaha dengan segala sarana dan prasarana yang mereka miliki untuk menyebarkan dakwah mereka diseluruh peloksok dunia dengan perlahan-lahan namun pasti yang pada akhirnya mereka akan menam-pakkan hakikatnya bila telah mencapai apa yang menjadi tujuan mereka. Oleh sebab itu memahamkan masyarakat Islam tentang bahaya mereka dalam ideology, politik, ekonomi dan sosial kaum muslimin saat ini merupakan hal yang mendesak karena besarnya bahaya syiah terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat dan Negara Islam, apalagi di Indonesia yang kebanyakan kaum muslimin belum mengenal siapa mereka dan bagaimana bahaya mereka terhadap kaum muslimin ditambah lagi dengan munculnya nama-nama baru perwujudan dari Syiah ini seperti IJABI (Ikatan Jamaah Ahlil Bait Indonesia) [4] yang telah mulai menancapkan kuku-kuku beracunnya kedalam tubuh kaum muslimin dengan tameng kecintaan ahlil bait. Mudah-mudahan dengan pembahasan ini dapat memberikan peringatan kepada segenap kaum muslimin dan menjadi teguran kepada sebagian kaum muslimin yang mencoba menganggap syiah sebagai kawan dan sahabat dan menganggap mereka tidak membahayakan dan merugikan kaum muslimin.
BAHAYA SYI’AH TERHADAP IDEOLOGI DAN PEMIKIRAN KAUM MUSLIMIN
Bahaya mereka dalam bidang ini banyak sekali, diantaranya:
1. Memasukkan Kesyirikan Kedalam Masyarakat Islam
Memasukkan kesyirikan Kedalam masyarakat Islam bahkan sebagian ahlil ilmu menetapkan mereka sebagai orang yang pertama membuat kesyirikan dan penyembahan kubur pada umat Islam. Hal ini terjadi lantaran sikap ekstrim mereka dalam mencintai para imam syiah sehingga membawa mereka kepada sikap ekstrim terhadap kuburan dan membuat-buat riwayat-riwayat yang dijadikan oleh mereka sebagai dasar amalan tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Ar Rodd Alal Akhnaa’iy hal. 47 : “Orang pertama yang memalsukan hadits-hadits pembolehan bepergian untuk menziarahi keramat-keramat yang ada diatas kuburan adalah ahlil bidah dari kalangan Rafidhah (Syiah) dan yang sejenis-nya dari orang-orang yang meninggalkan masjid dan mengagungkan tempat keramat yang ada padanya kesyirikan, kedustaan dan kebidahan terhadap agama Islam yang tidak ada padanya hujjah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Al-Kitab dan As Sunnah hanya menyebutkan ibadah di masjid-masjid dan tidak di tempat-tempat keramat”.
Sekarang tempat-tempat keramat dan tempat-tempat ziarah Syiah menjadi tempat kesyirikan dan paganis, dan ini dapat dilihat di negeri-negeri Syiah seperti Iran demikian juga buku-buku mereka memperbolehkan bahkan menyeru kepada kesyirikan tersebut.
Syaikh Musa Jaarullah berkata setelah menziarahi negara Iran dan Irak dan tinggal disana beberapa bulan bahwa dia telah melihat tempat-tempat keramat dan kuburan-kuburan ditempat mereka.
Syaikh Abul Hasan Annadwiy berkata tentang bangunan keramat dikuburan Ali Ar Ridho dalam makalahnya Min Nahri Kaabul Ila Nahri Al Yarmuuk hal 93 majalah Al I’tishom, tahun (41) edisi ke-3 setelah menziarahi Iran : “Setiap orang asing yang menziarahi keramat Ali Ar Ridho akan merasa seakan-akan didalam masjid Al Haram, dia mendengar teriakan, tangisan dan desis ratapan, dipenuhi oleh laki-laki dan perempuan, dihiasi dengan hiasan-hiasan yang megah yang dibuat dengan harta benda yang sangat banyak sekali. [5]
Imam Al Aluusiy pengarang kitab At Tuhfah Al Itsba Asyariyah menyatakan bahwa mereka (kaum Syiah) selalu ekstrim menyembah dan menthawafi kuburan para imam mereka bahkan sampai shalat menghadapnya tidak menghadap Ka’bah dan masih banyak lagi yang lainnya yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap berhala mereka. [6]
Kemudian beliau berkata: jika ada padamu keraguan tentang hal itu silahkan pergi ke sebagian keramat-keramat mereka agar kamu melihat kenyataan ini dengan kedua matamu. [7]
Inilah persaksian mereka yang telah melihat langsung keadaan kaum Syi’ah akan tetapi anat disayangkan musibah dan bencana ini akhirnya terbawa dan masuk kenegeri-negeri Islam dan menjadi kebiasaan sebagian kaum muslimin sehingga merusak aqidah dan ideology mereka.
2. Merusak Agama Islam Dan Menyesatkan Kaum muslimin
Demikianlah pemikiran Syiah dengan segala keanehan dan kesesatannya terus didakwahkan dan disebarkan dengan segala sarana yang mereka miliki untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang yang akan mengikutinya dan semakin banyak orang yang meninggalkan agama Islam yang shahih dengan segala propokasi para ulama mereka yang selalu berusaha memperbanyak jumlah pengikut mereka. Propokasi ini didasarkan diatas kedustaan dan penipuan yang mereka pakai dalam menipu pengikut mereka dan orang-orang awam dari kaum muslimin diantaranya adalah slogan tidak ada perbedaan antara Sunni dan Syiah dan pernyataan mereka bahwa keganjilan ajaran Syiah sesungguhnya ada dasarnya di dalam riwayat-riwayat Ahli Sunnah.
Tidak diragukan lagi dakwah dan penyebaran aqidah Syiah dan propokasi yang berisi ketetapan Syiah merupakan bagian dari Islam adalah salah satu sebab penting dalam usaha merusak dan menyesatkan kaum muslimin apalagi sekarang ada negara Ayatullah di Iran yang mereka jadikan sarana untuk menghadapi kemunculan dan kebangkitan Islam karena munculnya negara yang merusak citra keindahan dan kesempurnaan Islam dan memberi gambaran yang berlawanan dengan keinginan dan kebangkitan Islam yang sejati akan menghapus dan mengendorkan semangat dan keinginan untuk bangkit mendirikan kekhilafahan yang berdasarkan kepada Al Quran dan As Sunnah di dada para pemuda Islam, hal ini telah dimanfaatkan oleh para penjajah (kolonialis) dan mereka sangat bergembira dan memperhatikan kemunculan pemikiran dan ajaran-ajaran kebidahan melalui orang-orang yang dinamakan Orientalis yang memiliki kedudukan seperti penasehat bagi kementrian luar negeri mereka dan mereka tidak pernah lupa dengan sejarah mereka terhadap kaum muslimin.
Bagaimanapun juga munculnya Syiah dengan ajaran-ajaran anehnya tanpa diragukan lagi menghambat manusia untuk berjalan dijalan Allah dan menyesatkan kaum muslimin dari agamanya yang lurus.
3. Penyebab Munculnya Golongan Zindiq
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dasar kesesatan Ismailiyah dan Nusairiyah dan sekte-sekte lainnya dari orang-orang mulhid dan zindiq adalah pembenaran berita dan riwayat dusta Syiah Rafidhah yang mereka paparkan dalam menafsirkan Al Quran dan Al Hadits, beliau berkata : Para pemimpin Ubaidiyiin (bani ubaid) hanya menegakkan dasar dakwahnya dengan kedustaan-kedustaan yang dibuat-buat oleh kaum Rafidhoh agar pengikut Syiah yang sesat dapat menerimanya kemudian orang-orang tersebut berpindah dari mencela para sahabat kepada mencela Ali kemudian mencela Allah, oleh karena itu ajaran Syiah Rafidhah adalah pintu dan jalan yang paling menghantar kepada kekufuran dan penyimpangan. [8]. Bahkan Syaikh Muhibuddib Al Khathib mencatat bahwa tasayu’ (ajaran Syiah) menjadi satu faktor pendukung tersebarnya ajaran Komunis dan Bahaiyah di Iran. [9]
4. Berusaha Menyesatkan Kaum Muslimin Dengan Merusak Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Ini merupakan usaha yang mereka lakukan untuk menyesatkan kaum muslimin sehingga untuk itu mereka masuk kekalangan ahlil hadits dan setelah itu memasukkan riwayat-riwayat palsu mereka sehingga banyak para ulama Islam yang terkecoh dengannya akan tetapi Alhamdulillah Allah tidak membiarkan begitu saja bahkan membangkitkan para imam ahlil hadits untuk membongkar makar busuk mereka itu. Syaikh As Suwaidiy berkata : “Sebagian Ulama mereka bergelut dengan ilmu hadits, mendengar hadits-hadits dari para ahli tsiqat dari Ahli Sunnah serta menghapal sanad-sanad periwayatan Ahli Sunnah yang shahih lalu menghiasi diri dengan ketakwaan dan wara’ sehingga mereka diakui termasuk kalangan ahli hadits kemudian mereka meriwayatkan hadits-hadits yang shahih dan hasan dan memasukkan hadits-hadits palsu mereka”. [10]
Al Alusiy menyatakan bahwa diantara mereka itu adalah Jaabir Al Ju’fiy [11], bahkan Ibnul Qayim menjelaskan bahwa Syiah telah memalsukan hadits tentang Ali dan Ahlil Bait sebanyak lebih dari 3000 hadits. [12]
BAHAYA SYI’AH TERHADAP KAUM MUSLIMIN DALAM BIDANG POLITIK
Syiah seperti telah ditandaskan dalam kitab-kitab pokok mereka tidak meyakini keabsahan negera apapun juga di dunia Islam kecuali kekhilafahan Ali bin Abi Thalib dan anaknya Al Hasan dan menganggap khalifah di dunia Islam ini adalah Thoghut dan negaranya tidak sah sebagaimana dalam riwayat-riwayat mereka : Setiap panji yang ditegakkan sebelum bangkit imam yang ditunggu-tunggu kebangkitannya, maka pelakunya adalah thoghut.
Oleh Karena itu jadilah Syiah tempat yang mapan bagi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang berkonspirasi menghancurkan Islam sampai sekarang dan itu terbukti dengan pengakuan dari mereka seperti duta besar Rusia di Iran Kanyaz Dakurki yang mengambil nama samaran Syaikh Isa sebagaimana dijelaskan oleh majalah yang diterbitkan kementrian Rusia tahun 1924-1925, demikian juga Jendral berkebangsaan Inggris Juaifir Alikhaan dan lain-lainnya.
Syaikhul Islam menyatakan : Kebanyakan penganut agama Syiah tidak beriman kepada Islam akan tetapi menampakkan diri sebagai orang Syiah karena dangkal dan bodohnya akal Syiah untuk mengantarkan mereka kepada tujuan-tujuan kepentingan mereka. [Minhajus Sunnah 2/48]
Orang yang mengerti sejarah Islam akan berpendapat para pengaku Syiah ternyata adalah musuh yang paling berbahaya yang menyerang negara Islam, karena mereka itu secara lahiriyah adalah muslimin akan tetapi dibathinnya menyimpan kekufuran dan permusuhan yang besar sekali terhadap Islam, sehingga Syiekhil Islam Ibnu Taimiyah berkata: Sesungguhnya asal setiap fitnah dan bencana adalah Syiah dan orang yang mengikuti mereka dan kebanyakan pedang yang menumpahkan darah kaum muslimin adalah dari mereka dan pada mereka bersembunyi para zindiq [13]. Dan karena mereka menganggap kaum muslimin lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani sehingga mereka bersama mereka bahu membahu dalam menghancurkan umat Islam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Sungguh kami dan kaum muslimin telah melihat apabila kaum muslimin diserang musuh kafir maka Syiah bersama mereka menghadapi kaum muslimin” [14]
Lihatlah kisah masuknya Hulaghu Khan (raja Tartar Mongol) ke negeri Syam tahun 658H dimana kaum Syiah menjadi penolong dan pembantu mereka yang paling besar dalam menghancurkan negara Islam dan menegakkan negara mereka, dan ini telah diketahui dengan jelas dalam buku-buku sejarah khususnya di Iraq dimana menteri khalifah waktu itu yang bernama Ibnul Alqaamiy dan kaum Syiah menjadi pembantu Hulaghu Khan dalam menaklukkan Iraq dan menumpahkan darah kaum muslimin yang tidak terhitung jumlahnya. Ringkas kejadiannya Ibnul Alqaamiy adalah seorang menteri pada khalifah bani Abasiyah yang bernama Al Mu’tashim seorang Ahli Sunnah akan tetapi dia lengah dan tidak memperhatikan bahaya Syiah sehingga mengangkat seorang Syiah sebagai menterinya padahal menterinya ini telah merencanakan makar busuk dalam rangka menghancurkan negaranya dan kaum muslimin serta menegakkan negara Syiah, ketika mendapat jabatan tinggi tersebut maka dia memanfaatkannya untuk merealisasikan makarnya menghancurkan negara Islam dengan melakukan tiga marhalah:
1. Melemahkan Tentara Muslimin Dengan Menghapus Gaji Dan Bantuan Kepada Para Tentara Dan Mengurangi Jumlahnya.
Ibnu Katsir berkata : Menteri Ibnul Alqaamiy berusaha keras untuk menyingkirkan para tentara dan menghapus namanya dari dewan kerajaan. Pada akhir masa pemerintahan Al Muntashir [15] tentara kaum muslimin mendekati jumlah seratus ribu tentara… dan dia terus berusaha menguranginya sehingga tidak tinggal kecuali sepuluh ribu orang tentara saja.[16]
2. Menghubungi Tartar
Ibnu Katsir memaparkan bahwa dia menghubungi Tartar dan memotivasi mereka untuk merebut wilayah Islam serta mempermudah mereka untuk itu lalu dia menceritakan keadaan yang sesungguhnya dan menceritakan kelemahan-kelemahan para tokoh pemimpin Islam. [17]
3. Melarang Orang Memerangi Tartar Dan Menipu Khalifah Dan Masyarakat Islam.
Ibnul Alqaamiy melarang orang untuk memerangi Tartar dan menipu Khalifah dan para penasehatnya dengan mengatakan bahwa Tartar tidak ingin perang akan tetapi ingin membuat perjanjian damai dengan mereka dan meminta Khalifah untuk menyambut mereka untuk kemudian berdamai dengan memberi separuh hasil pemasukan negeri Iraq untuk Tartar dan separuhnya untuk khalifah. Lalu khalifah berangkat bersama tujuh ratus orang dari para hakim, ahli fiqih, amir-amir dan pembantu-pembantunya… lalu dengan tipu daya ini terbunuhlah khalifah dan orang yang bersamanya dari para panglima tentara dan prajurit pilihannya tanpa susah payah dari Tartar. Sedang orang-orang Syiah lainnya menasehati Hulaghu Khan untuk tidak menerima perdamaian khalifah dengan mengatakan bahwa kalau terjadi perdamaianpun tidak akan bertahan kecuali setahun atau dua tahu saja kemudian kembali seperti sebelumnya dan memotivasi Hulaghu Khan untuk membunuh khalifah, dan dikisahkan yang menyuruh membunuh kholifah adalah Ibnul Alqaamiy dan Nushair Ath Thusiy.[18] Kemudian mereka masuk ke negeri Iraq dan membunuhi semua orang yang dapat dibunuh dari kalangan laki-laki, perempuan, anak-anak, orang jompo dan tidak ada yang lolos kecuali ahli dzimmah dari kalangan Nashrani dan Yahudi serta orang-orang yang berlindung kepada mereka dan ke rumah Ibnul Alqaamiy.[19]
Terbunuhnya jiwa dalam peristiwa tragis tersebut lebih dari belasan juta orang dan belum ada dalam sejarah Islam bencana seperti bencana yang ditimbulkan orang Tartar Mongol, mereka membunuhi orang-orang Bani Haasyim, menawan para wanita Abasyiyah dan selain Abasyiyah. Kemudian apakah ada orang yang berloyalitas kepada ahli bait Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga memudahkan kaum Kafir untuk membunuh dan menawan mereka dan kaum muslimin? [20]
Lihatlah dan renungkanlah kejadian besar ini dan ambillah pelajaran wahai Ahli Sunnah dalam melakukan pendekatan terhadap mereka.!!!!.[21]
BAHAYA SYIAH DALAM BIDANG SOSIAL.
Orang syiah yang hidup bersama kaum muslimin selalu menyembunyikan hakikatnya dan selalu menggunakan tipu daya, khianat dan berbuat jahat cukuplah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang mereka menjadi saksi akan hal tersebut sejak dahulu kala dan dapat dirasakan dizaman kita ini, berkata Syaikhil Islam : Adapun Rafidhah (Syiah), mereka tidak berinteraksi sosial dengan orang lain kecuali menggunakan kenifakan karena agama yang ada dihatinya adalah agama yang rusak yang membawanya untuk berdusta, khianat, menipu dan berbuat jahat terhadap orang sehingga dia melakukan kejahatan apa saja [22]. Ini persaksian seorang tokoh Sunniy, mungkin ada yang mengatakan : Itukan hanya tuduhan belaka! Tanpa bukti Akan tetapi jika kita melihat kembali ke kitab-kitab rujukan mereka didapatkan pemaparan beliau ini pas. Lihatlah dalam kitab Rijal Al Kisysyiy ada kisah seorang Syiah kepada imam-nya bagaimana dia membunuh sejumlah orang yang menyelisihinya, ia berkata : Diantara mereka ada yang saya naik ke atap rumahnya dengan tangga dan saya bunuh, ada yang saya ajak keluar di malam hari, ketika dia keluar pintu langsung saya bunuh, ada yang saya temani dalam perjalannya, lalu ketika bersendirian saya bunuh [23].
Ulama Syiah yang bernama Ni’matullah Al Jazaairiy bercerita tentang menteri Ar Rasyid yang bernama Ali bin Yaqthiin, dia di penjara bersama sejumlah orang yang menyelisihinya (dalam madzhab) lalu dia memerintahkan para budaknya untuk merobohkan atap penjara tempat mereka dan mereka mati seluruhnya dan jumlah mereka waktu itu lima ratus orang, kemudian dia ingin mengelak dari tuntutan darah mereka lalu dia mengutus orang ke Imam Maulana Al Kaadzim dan sang imam membalas dengan menulis jawabannya : Seandainya engkau telah memberitahukan saya sebelum membunuh mereka maka kamu lolos dari tuntutan darah tersebut dan ketika kamu tidak memberitahukan saya terlebih dahulu maka bayarlah sebagaia tebusannya satu kambing untuk setiap orang dan seekor kambing itu lebih baik daripada mereka.[24]
Lihatlah bagaimana mereka tinggal hidup ditengah-tengah kaum muslimin, bagaimana imam mereka menyetujui pembunuhan limaratus orang hanya sekedar mereka bukanlah orang Syiah dan hanya memerintahkan membayar satu kambing perorang lantaran tidak izin dahulu kepada imam mereka dan jika sudah izin kepada imam mereka atau wakilnya yaitu para faaqiih maka bisa berbuat semaunya.
Kemudian tokoh Syiah ini berkomentar tentang kisah tersebut : Lihatlah tebusan yang rendah ini yang tidak sampai menyamai tebusan (diyat) adik mereka yaitu anjing buruan karena diyatnya (tebusan) dua puluh dirham dan tidak pula diyat (tebusan) kakak mereka yaitu orang Yahudi atau Majusi karena diyatnya (tebusannya) delapan ratus dirham. [25]
Sejarah membuktikan bahwa mereka banyak menyulut fitnah dikalangan kaum muslimin karena mereka berani mencela dan melecehkan para sahabat dalam setiap pertemuan tahunan mereka, dan kalau kita melihat sejarah terjadinya pertumpahan darah antara Syiah dengan Ahlus Sunnah yang pertama di Baghdad adalah tahun 238 H kemudian berlanjut fitnah-fitnah yang telah banyak memakan korban dari kalangan kaum muslimin.
Diantara bahaya Syiah terhadap tatanan sosial masyarakat Islam adalah pembolehan nikah Mut’ah yaitu kesepakatan rahasia untuk melakukan hubungan suami istri kepada wanita yang telah sepakat dengannya walaupun dari kalangan pekerja seks komersil (WTS) atau wanita yang masih bersuami, lihat pendapatnya Ath-Thusiy, ia berkata : Tidak mengapa bermut’ah dengan wanita fajiroh [26] dan Khumainiy juga berfatwa bolehnya bermut’ah dengan pezina [27]. Oleh karena itu mereka mungkin bersepakat untuk sehari, dua hari atau sekali dan dua kali.
Al Aluusy berkata : Barang siapa yang melihat keadaan orang-orang Syiah sekarang dalam masalah Mut’ah tidak butuh dalam menghukum mereka berzina keada bukti-bukti karena seorang wanita berzina dengan dua puluh laki-laki dalam satu hari satu malam dan mengatakan bahwa dia berbuat Mut’ah. Dan tersedia buat mereka lokalisasi-lokalisasi untuk Mut’ah yang berpajangan disana para wanita dan mereka memiliki mucikari-mucikari yang menghubungkan laki-laki dengan para wanita atau para wanita dengan para laki-laki sehingga mereka memilih yang mereka senangi dan memberikan upahnya dan menarik para wanita tersebut kepada laknat Allah. [28]
Bukankah ini semua merupakan bahaya yang sangat besar, ambillah pelajaran wahai ulil ab-shor.
BAHAYA SYIAH DALAM BIDANG EKONOMI
Demikian pula Syiah memiliki pengaruh jelek dalam bidang ekonomi bagi kaum muslimin hal ini dan ini cukup jelas kalau di pandang darti bahaya mereka dalam bidang-bidang yang lain, sebab kerusakan politik, ideologi dan pemikiran serta tatanan sosial amat berpengaruh dalam bidang ekonomi, lihatlah fitnah-fitnah yang mereka timbulkan banyak menghabiskan harta benda, nyawa dan waktu sehingga memberikan kesempatan yang luas bagi musuh-musuh Islam menghancurkan ekonomi dan budaya kaum muslimin apalagi dipandang dari sudut aqidah mereka yang menganggap harta dan jiwa kaum muslimin yang bertentangan dengan mereka adalah harta yang boleh dirampas dan diambil dengan dakwaan yang dusta bahwa hal itu adalah hak ahlil bait padahal harta-harta tersebut dipergunakan untuk merealisasikan keinginan-keinginan khusus mereka dan untuk menjalankan makar dan tipu daya mereka dalam menghadapi umat Islam .
Dr Ali Assaalus berkata : Dari kenyataan madzhab Ja’fariyah pada saat-saat ini kita dapatkan orang yang ingin berhaji harus menghitung jumlah hartanya semua kemudian membayar seperlima harga hartanya untuk diserahkan kepada para ahli fiqih yang berfatwa kewajiban khumus dan yang tidak membayarnya tidak dibolehkan haji dengan demikian para ahli fiqih Syiah tersebut telah menghalalakan pengambilan harta dengan kebatilan. [29]
Berkata Syaikhul Islam : Adapaun pendapat Rafidhah bahwa Khumus hasil pendapatan kaum muslimin diambil dari mereka dan di bayarkan kepada orang yang mereka anggap sebagai pengganti imam yang maksum atau kepada yang lainnya adalah pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang sahabatpun dan tidak juga Ali dan yang lainnyadan juga tidak dikatakan oleh seorang tabiin dan dari kerabat Bani Hasyim atau yang lainnya. Semua penukilan dari Ali atau Ulama ahlil bait seperti Al Hasan, Al Husain, Ali bin Al Husain, Abu Ja’far Al Baaqir, Ja’far bin Muhamad adalah kedustaan karena itu menyelisihi riwayat yang mutawatir dari sejarah Ali bin Abi Thalib karena beliau memerintahkan kaum muslimin selama empat tahun dan belum pernah mengambil dari kaum muslimin sedikitpun hartanya bahkan tidak ada dimasa pemerintahannya pembagian khumus sama sekali. Adapun kaum muslimin tidak diambil khumus hartanya oleh beliau atau orang lain dan kaum kufarlah yang kapan dirampas dari harta mereka diambil seperlimanya dengan dasar Alkitab dan As Sunnah akan tetapi dizaman beliau kaum muslimin tidak melakukan peperangan dengan kaum kufar disebabkan adanya perselisihan diantara mereka dari fitnah dan perpecahan. Demikian juga telah diketahui secara pasti bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengambil khumus harta kaum muslimin dan tidak juga meminta dari seorang muslimpun khumus hartanya. [30]
Demikianlah mereka mengambil khumus dalam rangka untuk memenuhi kepentingan dan keinginan ulama-ulama mereka. Inilah selintas tentang bahaya Syiah yang telah menjadi satu kenyataan dan bukan untuk menjelaskan keseluruhannya dan cukuplah kitab-kitab para ulama Islam telah menjelaskan semuanya dan kita hanya dituntut unruk membaca kembali dan berhati-hati dari mereka dan gerakannya.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kita dari mereka dan menunjuki kita kejalan yang lurus.
(Disarikan Oleh Abu Asma Kholid bin Syamhudi dari kitab Ushul Madzhab Syiah Its-na Asyariyah karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifaariy dengan penambahan dari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
_______
Footnote
[1]. Lihat majmu’ fatawa 13/182
[2]. Ibid 13/177
[3]. Ibid 13/179
[4]. Nama ini juga dikenal dalam istilah internasional dengan Jam’iyah Ahlil Bait ,yang menunjukkan bahwa gerakan ini bersifat internasional dan bukan hanya nasional saja dan sebenarnya mereka tidak pantas dijadikan sebagai jamaah ahlil bait karena mereka telah mencela para Istri Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam yang merupakan ahli baitnya beliau, maka berhati-hatilah !!!
[5]. Llihat lebih detail lagi dalam kitan Ushul Madzhab Syiah Al Itsna Asyarah hal 1071-1072
[6]. Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyarah hal.300
[7]. Iibid
[8]. Minhajus Sunnah 4/3
[9]. Lihat Al Khuthuth Al Aridhoh hal. 44-45.
[10]. Dinukil oleh penulis Ushul Madzhab Syiah Itsna Asyara dari Naqdhi Aqaaidi Syiah, lihat ushul madzhab hal 1194.
[11]. Suyuf Al Musyriqah hal 50.
[12]. Lihat kitab manaarul Muniif. Hal 116.
[13]. Minhajus sunnah 3/243
[14]. Ibid 4/110.
[15]. Khalifah sebelum Al Mu’tashim
[16]. Al Bidayah Wan Nihaayah 13/202.
[17]. Ibid
[18]. Lihat kisah lengkapnya di Al Bidayah Wan Nihayah 13/201.
[19]. Al bidayah Wannihayah 13/201-202.
[20]. Lihat Minhajus Sunnah 3/38.
[21]. Dan masih banyak kisah-kisah lainnya seperti kisah daulah shofawiyah dll yang sangat panjang sekali untuk diceritakan dalam kesempatan yang sempit ini.
[22]. Minhajus Sunnah 3/260.
[23]. Rijal Al Kisyi hal 342-343 (dinukil dari Ushul Madzhab Syiah hal 1232)
[24]. Al Anwaar An Nu’maniyah 2/308
[25]. Ibid
[26]. An Niyaahah hal.490
[27]. Tahriril Wasilah 2/292
[28]. Dinukil dari Ushul Madzhab Syiah hal 1235-1236.
[29]. Atasar Al Imamah fil Fiqh Ja’fari hal. 391.
[30]. Minhajus Sunnah 3/154

Salah satu dari sekian banyak keyakinan kaum Syi’ah yang sangat bertentangan dengan nash-nash yang sharih dan Ijma’, ialah adanya keyakinan di kalangan mereka tentang bolehnya nikah mut’ah, atau disebut dengan istilah kawin kontrak. Nikah mut’ah (kawin kontrak) ini biasa dilakukan oleh kaum Syi’ah. Mereka melakukannya tanpa ada beban, karena memang sudah menjadi salah satu bagian dari pokok-pokok keyakinan mereka sebagaimana disebutkan di dalam kitab-kitab Syi’ah. Berikut inilah beberapa pandangan aneh dari kalangan tokoh-tokoh kaum Syi’ah tentang nikah mut’ah. Tentu, pandangan-pandangan ini sarat kedustaan. Pertama : Nikah mut’ah merupakan salah satu dasar keimanan kaum Syi’ah. Ja’far Shadiq berkata: “Barang siapa yang tidak mempercayai tentang Raj’ah (kebangkitan manusia dari kubur sebelum hari Kiamat) dan tidak menghalalkan mut’ah maka bukan termasuk golongan kami”.[1] Kedua : Nikah mut’ah, konon sebagai pengganti dari minuman yang memabukkan. Dari Muhammad bin Aslam dari Abu Ja’far berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha lemah lembut. Dia telah menjadikan mut’ah sebagai pengganti dari semua minuman yang memabukkan”. [2] Ketiga : Ancaman yang keras bagi seseorang yang meninggalkan nikah mut’ah. Kaum Syi’ah mengatakan, barang siapa yang keluar dari dunia (meninggal) dan tidak melakukan mut’ah maka dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan hidungnya terpotong.[3] Keempat : Seseorang yang melakukan nikah mut’ah maka akan mendapatkan pahala yang besar. Ini tentu merupakan keyakinan aneh dan menyesatkan. Sehingga mereka memiliki keyakinan bahwa seseorang yang melakukan nikah mut’ah sebanyak empat kali maka derajatnya sejajar dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menisbatkan perkataan dusta ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menuturkan: “Barang siapa yang nikah mut’ah satu kali maka derajatnya seperti Husain. Barang siapa yang nikah mut’ah dua kali, derajatnya seperti hasan. Barang siapa yang nikah mut’ah tiga kali, derajatnya seperti ‘Ali. Dan barang siapa yang melakukannya empat kali maka derajatnya sama dengan Rasulullah”. Sungguh anggapan ini merupakan suatu kedustaan besar atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[4] Kelima : Boleh melakukan nikah mut’ah dengan para gadis tanpa izin dari walinya. Dari Ziad bin Abi Halal: Aku mendengar Abu ‘Abdillah berkata: “Tidak mengapa seseorang melakukan mut’ah dengan seorang gadis selama tidak menghamilinya karena ditakutkan munculnya aib yang akan menimpa keluarganya”.[5] Keenam : Tidak ada satu madzhab pun yang membolehkan menikahi istri orang lain secara mut’ah kecuali madzhab Mazdakiyyah yang menghalalkan praktek seks bebas. Demikian pula dengan kaum Syi’ah, mereka membolehkannya. Diceritakan dari Yunus bin ‘Abdurrahman, ia bertanya kepada ar-Ridha: ”Seorang wanita telah dinikahi secara mut’ah kemudian habis masa kontraknya, bolehkah laki-laki lain bermut’ah dengannya sebelum habis ‘iddahnya?” Dia menjawab: “Tidak mengapa melakukannya, karena dosanya ditanggung oleh wanita tersebut”.[6] Fadhl, salah seorang budak Muhammad bin Rasyid bertanya kepada Abu ‘Abdilah: ”Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita secara mut’ah. Aku merasa ia telah bersuami. Setelah aku berusaha mencari tahu, ternyata benar wanita itu memiliki suami. Apa yang harus aku lakukan?” Dia menjawab: ”Mengapa engkau mencari tahu tentang keadaan dirinya?” [7] Ketujuh : Bolehnya bermut’ah dengan wanita pelacur. Dari Ishaq bin Jarir, ia berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah: “Sesungguhnya di kota Kufah ada seorang wanita pelacur. Bolehkah aku menikahinya dengan cara mut’ah?” Dia balik bertannya: “Apakah bendera telah diangkat?” Aku jawab: “Belum, karena kalau diangkat dia akan diambil oleh penguasa”. Dia menjawab: “Nikahilah dia dengan mut’ah,” kemudian ia berbisik kepada salah satu budaknya sehingga aku dekati budak tersebut dan aku tanyakan: “Apa yang telah ia katakan?” Budak itu menjawab: ”Sesungguhnya dia mengatakan, ‘Seandainya bendera telah diangkat maka tidak ada dosa untuk menikahinya, karena sesungguhnya hal tersebut telah mengeluarkannya dari yang haram kepada yang halal’.” Dari Hasan bin Dharif berkata: ”Aku telah mengirim surat kepada Abu Muhammad menceritakan keadaanku yang telah meninggalkan mut’ah selama bertahun-tahun, kemudian aku kembali bersemangat untuk melakukannya. Aku mendengar ada seorang wanita cantik di salah satu desa yang telah menggugah hasratku untuk melakukan mut’ah, apalagi ia adalah wanita pelacur yang tidak akan menolak tawaran siapapun. Tetapi aku masih bimbang, sekalipun para imam telah mengatakan: ‘Bermut’ahlah dengan wanita pelacur, karena sesungguhnya engkau telah mengeluarkannya dari yang haram kepada yang halal. Maka aku bertanya kepada Abu Muhammad: ‘Bolehkah aku melakukan mut’ah setelah sekian lama meninggalkannya?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya engkau telah menghidupkan salah satu Sunnah dan mematikan salah satu bid’ah. Tidak mengapa engkau melakukannya’.”[9] Kedelapan : Kaum Syi’ah menghalalkan pinjam-meminjam istri. Praktek ini sebagaimana terdapat di dalam kitab-kitab kaum Syi’ah, seperti diriwayatkan dari Hasan al-Athar, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang i’aratul-farj (pinjam-meminjam istri), maka dia menjawab: ‘Tidak mengapa untuk melakukannya’. Aku kembali bertanya: ‘Bagaimana kalau ternyata sampai melahirkan anak?’ Dia menjawab: ‘Anak itu untuk orang yang memiliki wanita tersebut, kecuali kalau memang dia memberikan syarat’.”[10] Demikian, sebagian pemikiran dan keyakinan kaum Syi’ah tentang nikah mut’ah (kawin kontrak), yang menggambarkan bahwa praktek nikah mut’ah merupakan kerusakan moral dan praktek seks bebas dan penuh dengan kedustaan yang mereka nisbatkan kepada agama yang mulia ini. Sehingga sangat mengherankan, ketika sebagian orang yang mendapatkan julukan “cendikiawan Islam” membela tanpa reserve terhadap agama Syi’ah yang mengusung pemikiran aneh dan menyesatkan. Bahkan sebagai “cendekiawan Islam”, mereka mengatakan dengan penuh kejahilan bahwa madzhab Syi’ah sama dengan madzhab yang empat, sehingga mereka berusaha mendekatkan Agama Syi’ah dengan agama Islam. Yang lainnya lagi: ”Mengapa kita harus sibuk membahas tentang Syi’ah? Bukahkah mereka juga muslim seperti kita; cari persamaannya dan tutupi perbedaannya”. Begitulah syubhat mereka, sehingga tampaklah kejahilan mereka secara nyata terhadap agama Islam yang mulia dan sempurna. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya, yang artinya: “Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta”. [al-Kahfi/18 ayat 5].

Salah satu dari sekian banyak keyakinan kaum Syi’ah yang sangat bertentangan dengan nash-nash yang sharih dan Ijma’, ialah adanya keyakinan di kalangan mereka tentang bolehnya nikah mut’ah, atau disebut dengan istilah kawin kontrak. Nikah mut’ah (kawin kontrak) ini biasa dilakukan oleh kaum Syi’ah. Mereka melakukannya tanpa ada beban, karena memang sudah menjadi salah satu bagian dari pokok-pokok keyakinan mereka sebagaimana disebutkan di dalam kitab-kitab Syi’ah.
Berikut inilah beberapa pandangan aneh dari kalangan tokoh-tokoh kaum Syi’ah tentang nikah mut’ah. Tentu, pandangan-pandangan ini sarat kedustaan.
Pertama : Nikah mut’ah merupakan salah satu dasar keimanan kaum Syi’ah.
Ja’far Shadiq berkata: “Barang siapa yang tidak mempercayai tentang Raj’ah (kebangkitan manusia dari kubur sebelum hari Kiamat) dan tidak menghalalkan mut’ah maka bukan termasuk golongan kami”.[1]
Kedua : Nikah mut’ah, konon sebagai pengganti dari minuman yang memabukkan.
Dari Muhammad bin Aslam dari Abu Ja’far berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha lemah lembut. Dia telah menjadikan mut’ah sebagai pengganti dari semua minuman yang memabukkan”. [2]
Ketiga : Ancaman yang keras bagi seseorang yang meninggalkan nikah mut’ah.
Kaum Syi’ah mengatakan, barang siapa yang keluar dari dunia (meninggal) dan tidak melakukan mut’ah maka dia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan hidungnya terpotong.[3]
Keempat : Seseorang yang melakukan nikah mut’ah maka akan mendapatkan pahala yang besar.
Ini tentu merupakan keyakinan aneh dan menyesatkan. Sehingga mereka memiliki keyakinan bahwa seseorang yang melakukan nikah mut’ah sebanyak empat kali maka derajatnya sejajar dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menisbatkan perkataan dusta ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menuturkan: “Barang siapa yang nikah mut’ah satu kali maka derajatnya seperti Husain. Barang siapa yang nikah mut’ah dua kali, derajatnya seperti hasan. Barang siapa yang nikah mut’ah tiga kali, derajatnya seperti ‘Ali. Dan barang siapa yang melakukannya empat kali maka derajatnya sama dengan Rasulullah”. Sungguh anggapan ini merupakan suatu kedustaan besar atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[4]
Kelima : Boleh melakukan nikah mut’ah dengan para gadis tanpa izin dari walinya.
Dari Ziad bin Abi Halal: Aku mendengar Abu ‘Abdillah berkata: “Tidak mengapa seseorang melakukan mut’ah dengan seorang gadis selama tidak menghamilinya karena ditakutkan munculnya aib yang akan menimpa keluarganya”.[5]
Keenam : Tidak ada satu madzhab pun yang membolehkan menikahi istri orang lain secara mut’ah kecuali madzhab Mazdakiyyah yang menghalalkan praktek seks bebas. Demikian pula dengan kaum Syi’ah, mereka membolehkannya.
Diceritakan dari Yunus bin ‘Abdurrahman, ia bertanya kepada ar-Ridha: ”Seorang wanita telah dinikahi secara mut’ah kemudian habis masa kontraknya, bolehkah laki-laki lain bermut’ah dengannya sebelum habis ‘iddahnya?” Dia menjawab: “Tidak mengapa melakukannya, karena dosanya ditanggung oleh wanita tersebut”.[6]
Fadhl, salah seorang budak Muhammad bin Rasyid bertanya kepada Abu ‘Abdilah: ”Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita secara mut’ah. Aku merasa ia telah bersuami. Setelah aku berusaha mencari tahu, ternyata benar wanita itu memiliki suami. Apa yang harus aku lakukan?” Dia menjawab: ”Mengapa engkau mencari tahu tentang keadaan dirinya?” [7]
Ketujuh : Bolehnya bermut’ah dengan wanita pelacur.
Dari Ishaq bin Jarir, ia berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah: “Sesungguhnya di kota Kufah ada seorang wanita pelacur. Bolehkah aku menikahinya dengan cara mut’ah?”
Dia balik bertannya: “Apakah bendera telah diangkat?”
Aku jawab: “Belum, karena kalau diangkat dia akan diambil oleh penguasa”.
Dia menjawab: “Nikahilah dia dengan mut’ah,” kemudian ia berbisik kepada salah satu budaknya sehingga aku dekati budak tersebut dan aku tanyakan: “Apa yang telah ia katakan?”
Budak itu menjawab: ”Sesungguhnya dia mengatakan, ‘Seandainya bendera telah diangkat maka tidak ada dosa untuk menikahinya, karena sesungguhnya hal tersebut telah mengeluarkannya dari yang haram kepada yang halal’.”
Dari Hasan bin Dharif berkata: ”Aku telah mengirim surat kepada Abu Muhammad menceritakan keadaanku yang telah meninggalkan mut’ah selama bertahun-tahun, kemudian aku kembali bersemangat untuk melakukannya. Aku mendengar ada seorang wanita cantik di salah satu desa yang telah menggugah hasratku untuk melakukan mut’ah, apalagi ia adalah wanita pelacur yang tidak akan menolak tawaran siapapun. Tetapi aku masih bimbang, sekalipun para imam telah mengatakan: ‘Bermut’ahlah dengan wanita pelacur, karena sesungguhnya engkau telah mengeluarkannya dari yang haram kepada yang halal. Maka aku bertanya kepada Abu Muhammad: ‘Bolehkah aku melakukan mut’ah setelah sekian lama meninggalkannya?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya engkau telah menghidupkan salah satu Sunnah dan mematikan salah satu bid’ah. Tidak mengapa engkau melakukannya’.”[9]
Kedelapan : Kaum Syi’ah menghalalkan pinjam-meminjam istri.
Praktek ini sebagaimana terdapat di dalam kitab-kitab kaum Syi’ah, seperti diriwayatkan dari Hasan al-Athar, ia berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang i’aratul-farj (pinjam-meminjam istri), maka dia menjawab: ‘Tidak mengapa untuk melakukannya’. Aku kembali bertanya: ‘Bagaimana kalau ternyata sampai melahirkan anak?’ Dia menjawab: ‘Anak itu untuk orang yang memiliki wanita tersebut, kecuali kalau memang dia memberikan syarat’.”[10]
Demikian, sebagian pemikiran dan keyakinan kaum Syi’ah tentang nikah mut’ah (kawin kontrak), yang menggambarkan bahwa praktek nikah mut’ah merupakan kerusakan moral dan praktek seks bebas dan penuh dengan kedustaan yang mereka nisbatkan kepada agama yang mulia ini. Sehingga sangat mengherankan, ketika sebagian orang yang mendapatkan julukan “cendikiawan Islam” membela tanpa reserve terhadap agama Syi’ah yang mengusung pemikiran aneh dan menyesatkan. Bahkan sebagai “cendekiawan Islam”, mereka mengatakan dengan penuh kejahilan bahwa madzhab Syi’ah sama dengan madzhab yang empat, sehingga mereka berusaha mendekatkan Agama Syi’ah dengan agama Islam. Yang lainnya lagi: ”Mengapa kita harus sibuk membahas tentang Syi’ah? Bukahkah mereka juga muslim seperti kita; cari persamaannya dan tutupi perbedaannya”.
Begitulah syubhat mereka, sehingga tampaklah kejahilan mereka secara nyata terhadap agama Islam yang mulia dan sempurna. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya, yang artinya: “Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta”. [al-Kahfi/18 ayat 5].

Ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim syi’ah, dan ketika Ummat Islam di Iran dibantai dan mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa syi’ah, saat itu pula di Indonesia misionaris syi’ah leluasa menjajakan paham sesatnya di radio, suratkabar, televisi, hingga ke perguruan tinggi Islam seperti UIN dan IAIN. Kalangan syi’ah itu tidak perlu menunggu jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu kawasan, karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut kekuasaan dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu sebabnya, mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi Islam. Itulah sebabnya, meski di Indonesia penduduk berpaham syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi bertaqiyah. Kasus Sampang yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Secara akal, bila tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam terhadap gerakan syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak bangkit ke permukaan. ADA FENOMENA yang paradoks, ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim Bashar Assad (kelahiran Damaskus, 11 September 1965) yang berpaham syi’ah Nushairiyah; dibantai di Iran yang merupakan pusatnya paham sesat syi’ah, bahkan di Teheran ibukota Iran tidak ada satu pun masjid Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah); di Indonesia yang konon berpaham Ahlussunnah wal jama’ah ini, para misionaris syi’ah justru leluasa mempropagandakan bahwa syi’ah itu bagian dari Islam, atau merupakan salah satu madzhab dalam Islam. Para misionaris syi’ah itu seolah tidak terusik oleh fakta kekejaman kalangan syi’ah di Suriah dan di Iran yang membunuhi Ummat Islam. Para misionaris itu tetap saja menjajakan kebohongan bahwa syi’ah dan ahlussunnah wal jama’ah itu sama-sama Islam yang layak hidup berdampingan, jangan membesar-besarkan perbedaan, syi’ah itu Islam juga, tuhannya Allah, nabinya Muhammad SAW dan sebagainya. Padahal iblis juga mengakui Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Namun iblis mengingkari perintah Allah dan wahyu-Nya yang disampaikan kepada Muhammad Rasulullah. Artinya, dari segi tahuid, iblis justru terlihat lebih baik dari kalangan Ahmadiyah yang menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad Rasulullah; juga lebih baik dari salah sekte syi’ah bathiniyah yang mempertuhankan Ali bin Abi Thalib ra. Salah satu materi bid’ah yang diprakarsai syi’ah bathiniyah adalah peringatan maulid Nabi. Di Indonesia, peringatan maulid Nabi menjadi program “wajib” di kalangan yang menyebut dirinya ahlussunnah wal jama’ah. Bahkan, mereka tidak hanya ‘mewajibkan’ peringatan maulid, tetapi mencibir Ummat Islam yang menolak peringatan maulid dengan sebutan wahabi. Fakta kekejaman penguasa syi’ah di Suriah dapat diperoleh dari Wahid Shaqr. Menurut juru bicara Gerakan Perubahan Nasional Suriah ini, selama satu tahun revolusi Suriah berlangsung, lebih dari 15 ribu warga sipil muslim Suriah gugur oleh serangan militer rezim Bashar Assad. Sebelumnya, menurut ustadz Ghiyath Abdul Baqi Asyuraiqi asal Suriah ketika berkunjung ke Indonesia Februari lalu, sejak revolusi yang terjadi pada 15 Maret 2011, rezim syi’ah Nushairiyah Bashar Assad menghancurkan wilayah pemukiman penduduk Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dengan tank, roket, dan serangan bom. Bahkan serangan militer yang brutal itu juga ditujukan kepada sejumlah masjid yang di dalamnya masih berlangsung pelaksanaan ibadah shalat. Akibat serangan itu, selama satu tahun revolusi, terdapat belasan ribu Ummat Islam tewas di tangan rezim syi’ah ini, sedangkan sekitar 5.000 jiwa lebih lainnya menderita luka-luka serius hingga ringan. Masih menurut ustadz Ghiyath Abdul Baqi Asyuraiqi, Ummat Islam yang lolos dari lubang maut serangan brutal tersebut, dimasukkan ke dalam penjara. Jumlahnya mencapai 100.000 lebih. Sebagian lainnya mengungsi ke Lebanon, Turki, Jordan, Arab Saudi dan negara-negara lainnya, yang jumlahnya mencapai lebih dari 500 ribu jiwa. Di Suriah, komunitas syi’ah adalah minoritas. Ketika mereka menguasai kekuatan politik dan militer, maka warga Islam Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang jumlahnya mencapai 80 persen dari total penduduk Suriah yang mencapai 20 juta jiwa ini pun menjadi sasaran pembantaian. Menurut catatan, sekitar 10 persen penduduk Suriah adalah penganut syi’ah Nushairiyah (yang sedang berkuasa), lima persen syi’ah bathiniyah, dan lima persen lainnya penganut nasrani. Jadi, kalangan syi’ah itu tidak perlu menunggu jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu kawasan, karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut kekuasaan dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu sebabnya, mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi Islam. Itulah sebabnya, meski di Indonesia penduduk berpaham syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi bertaqiyah. Kasus Sampang yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Kalau tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam terhadap gerakan syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak bangkit ke permukaan. Dari Radio Sampai UIN IAIN Gerakan syi’ah tidak melulu berupa program terstruktur dari sebuah lembaga berbadan hukum yang jelas-jelas menyatakan dirinya syi’ah, tetapi bisa disisipkan di lembaga-lembaga yang terlanjur diidentifikasi sebagai lembaga bukan syi’ah oleh masyarakat. Misalnya, di Radio Silaturahim (Radio Rasil) yang memposisikan diri sebagai radio dakwah Islam, ternyata di sebagian acaranya, ada propaganda paham sesat syi’ah. Terutama acara yang dibawakan oleh ustadz Husen Alatas dan ustadz Zen Al-Hady. Di sejumlah masjid yang secara kultural lebih dekat ke NU (Nahdlatul Ulama), ada kalanya bisa ditemukan materi khotbah Jum’at yang mengandung propaganda paham sesat syi’ah, dan hal tersebut tidak disadari oleh jama’ah maupun pengurusnya. Begitu juga dengan televisi RI maupun swasta, karena pemilik dan pengelola program keagamannya awam, maka mereka seringkali tidak menyadari sedang ditunggangi oleh para misionaris syi’ah untuk mengkampayekan paham sesat syi’ah. Bahkan TVRI beberapa tahun yang lalu pernah kecolongan selama Ramadhan menyiarkan materi syiah, sehingga pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) menurut salah seorang ketua MUI, menyatakan keberatannya. UIN alias IAIN yang selama ini suka disebut sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang juga melahirkan paham liberal bahkan neo-komunisme, juga bisa dirasakan adanya gerakan syi’ah di dalamnya. Misalnya, melaui sejumlah disertasi maupun tesis yang berbau Syiah. Bahkan, ada disertasi dan tesis yang justru mempromosikan konsep Nikah Mut’ah ynag sudah diharamkan Rasulullah SAW. Misalnya, salah satu tesis karya Munawar, SHI dari IAIN/UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 13 Desember 2006, berjudul Nikah Mut’ah Sebuah Alternatif Solusi Perzinaan. Dari UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, setidaknya bisa ditemui belasan karya tulis (tesis dan disertasi) yang berbau syi’ah. Di UIN Alaudin Makassar, bisa ditemui sekitar lima karya tulis yang berbau syi’ah. (lihat Astaghfirullah… Sejumlah disertasi dan tesis di UIN IAIN Indonesia berbau Syiah, bahkan ada yang promosi Nikah Mut’ah, http://nahimunkar.com/11527/astaghfirullah-sejumlah-disertasi-dan-tesis-di-uin-iain-indonesia-berbau-syiah-bahkan-ada-yang-promosi-nikah-mutah/ ) Menurut informasi Nugon di suatu milis yang anggotanya para intelektual Muslim di dalam negeri maupun luar negeri, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada masa tertentu yang namanya tesis atau skripsi harus cenderung kepada paham Mu’tazilah, Syi’ah atau Sepilis. “Kalau lurus, lempeng, ndak laku, sulit di-approved untuk diuji, dan sulit lulus. Koko ane dulu mengajukan skripsi yang cukup brilian menurut ane, yaitu perbandingan Shakespeares vs Dongeng 1001 Malam. Mau dibedah dari segi sastra. Tapi lama sekali tidak ditanggapi oleh dosen pembimbingnya. Walhasil terpaksa ganti haluan, cari topik skripsi yang ringan-ringan, baru di-approved.” Di UIN Alaudin Makassar, konon tokoh syi’ah Jalaluddin Rakhmat menempuh program untuk gelar doctor di sana, namun diprotes oleh para tokoh Islam. Maka dalam wisuda ke-61 periode Desember 2011, yang berlangsung pada hari Kamis tanggal 29 Desember 2011, di Auditorium UIN Alauddin Rektor UIN Alauddin, Prof Dr H A Qadir Gassing HT MS, menjelaskan, UIN Alaudin Makassar tidak memberi gelar doktor kepada Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), namun Kang Jalal sendiri yang mendaftar secara resmi melalui program doktor by research. Sikap petinggi UIN Alaudin Makassar yang toleran dan akomodatif terhadap Jalaluddin Rakhmat yang selama ini jelas-jelas berpaham syi’ah menunjukkan bahwa gerakan syi’ah memang berani dan terang-terangan. Selama ini Jalaluddin Rakhmat melalui sejumlah tulisannya mengkafirkan sahabat Nabi. Misalnya, dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari, IJABI Jabar bekerjasama dengan IJABI Sulsel, Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H. hal. 3, Kang Jalal mengatakan bahwa para sahabat merobah-robah agama. Di halaman berikutnya, Kang Jalal mengatakan bahwa para sahabat murtad. Sedangkan melalui tulisannya berjudul Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan), Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 24, Kang Jalal mengatakan bahwa Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, tidak meyakini kenabian. Kemudian di halaman 73, Kang Jalal mengatakan bahwa ia (Muawiyah) bersama dengan Abu Sufyan dan Amr bin ash telah dilaknat oleh Nabi saw. *** Begitulah faktanya, ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim syi’ah, ketika Ummat Islam di Iran dibantai dan mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa syi’ah, sementara itu di Indonesia misionaris syi’ah leluasa menjajakan paham sesatnya di radio, suratkabar, televisi, hingga ke perguruan tinggi. Ketika tokoh-tokoh penyesat bepaham sesat syi’ah kian berani, pantaskah tokoh Islam ahlussunnah wal jama’ah justru cari aman, pura-pura tidak tahu, atau justru berbalik arah mendukung syi’ah?

Ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim syi’ah, dan ketika Ummat Islam di Iran dibantai dan mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa syi’ah, saat itu pula di Indonesia misionaris syi’ah leluasa menjajakan paham sesatnya di radio, suratkabar, televisi, hingga ke perguruan tinggi Islam seperti UIN dan IAIN.
Kalangan syi’ah itu tidak perlu menunggu jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu kawasan, karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut kekuasaan dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu sebabnya, mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi Islam.
Itulah sebabnya, meski di Indonesia penduduk berpaham syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi bertaqiyah. Kasus Sampang yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Secara akal, bila tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam terhadap gerakan syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak bangkit ke permukaan.
ADA FENOMENA yang paradoks, ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim Bashar Assad (kelahiran Damaskus, 11 September 1965) yang berpaham syi’ah Nushairiyah; dibantai di Iran yang merupakan pusatnya paham sesat syi’ah, bahkan di Teheran ibukota Iran tidak ada satu pun masjid Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah); di Indonesia yang konon berpaham Ahlussunnah wal jama’ah ini, para misionaris syi’ah justru leluasa mempropagandakan bahwa syi’ah itu bagian dari Islam, atau merupakan salah satu madzhab dalam Islam.
Para misionaris syi’ah itu seolah tidak terusik oleh fakta kekejaman kalangan syi’ah di Suriah dan di Iran yang membunuhi Ummat Islam. Para misionaris itu tetap saja menjajakan kebohongan bahwa syi’ah dan ahlussunnah wal jama’ah itu sama-sama Islam yang layak hidup berdampingan, jangan membesar-besarkan perbedaan, syi’ah itu Islam juga, tuhannya Allah, nabinya Muhammad SAW dan sebagainya. Padahal iblis juga mengakui Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Namun iblis mengingkari perintah Allah dan wahyu-Nya yang disampaikan kepada Muhammad Rasulullah.
Artinya, dari segi tahuid, iblis justru terlihat lebih baik dari kalangan Ahmadiyah yang menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad Rasulullah; juga lebih baik dari salah sekte syi’ah bathiniyah yang mempertuhankan Ali bin Abi Thalib ra. Salah satu materi bid’ah yang diprakarsai syi’ah bathiniyah adalah peringatan maulid Nabi. Di Indonesia, peringatan maulid Nabi menjadi program “wajib” di kalangan yang menyebut dirinya ahlussunnah wal jama’ah. Bahkan, mereka tidak hanya ‘mewajibkan’ peringatan maulid, tetapi mencibir Ummat Islam yang menolak peringatan maulid dengan sebutan wahabi.
Fakta kekejaman penguasa syi’ah di Suriah dapat diperoleh dari Wahid Shaqr. Menurut juru bicara Gerakan Perubahan Nasional Suriah ini, selama satu tahun revolusi Suriah berlangsung, lebih dari 15 ribu warga sipil muslim Suriah gugur oleh serangan militer rezim Bashar Assad. Sebelumnya, menurut ustadz Ghiyath Abdul Baqi Asyuraiqi asal Suriah ketika berkunjung ke Indonesia Februari lalu, sejak revolusi yang terjadi pada 15 Maret 2011, rezim syi’ah Nushairiyah Bashar Assad menghancurkan wilayah pemukiman penduduk Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dengan tank, roket, dan serangan bom.
Bahkan serangan militer yang brutal itu juga ditujukan kepada sejumlah masjid yang di dalamnya masih berlangsung pelaksanaan ibadah shalat. Akibat serangan itu, selama satu tahun revolusi, terdapat belasan ribu Ummat Islam tewas di tangan rezim syi’ah ini, sedangkan sekitar 5.000 jiwa lebih lainnya menderita luka-luka serius hingga ringan.
Masih menurut ustadz Ghiyath Abdul Baqi Asyuraiqi, Ummat Islam yang lolos dari lubang maut serangan brutal tersebut, dimasukkan ke dalam penjara. Jumlahnya mencapai 100.000 lebih. Sebagian lainnya mengungsi ke Lebanon, Turki, Jordan, Arab Saudi dan negara-negara lainnya, yang jumlahnya mencapai lebih dari 500 ribu jiwa.
Di Suriah, komunitas syi’ah adalah minoritas. Ketika mereka menguasai kekuatan politik dan militer, maka warga Islam Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang jumlahnya mencapai 80 persen dari total penduduk Suriah yang mencapai 20 juta jiwa ini pun menjadi sasaran pembantaian. Menurut catatan, sekitar 10 persen penduduk Suriah adalah penganut syi’ah Nushairiyah (yang sedang berkuasa), lima persen syi’ah bathiniyah, dan lima persen lainnya penganut nasrani.
Jadi, kalangan syi’ah itu tidak perlu menunggu jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu kawasan, karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut kekuasaan dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu sebabnya, mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi Islam.
Itulah sebabnya, meski di Indonesia penduduk berpaham syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi bertaqiyah. Kasus Sampang yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Kalau tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam terhadap gerakan syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak bangkit ke permukaan.
Dari Radio Sampai UIN IAIN
Gerakan syi’ah tidak melulu berupa program terstruktur dari sebuah lembaga berbadan hukum yang jelas-jelas menyatakan dirinya syi’ah, tetapi bisa disisipkan di lembaga-lembaga yang terlanjur diidentifikasi sebagai lembaga bukan syi’ah oleh masyarakat. Misalnya, di Radio Silaturahim (Radio Rasil) yang memposisikan diri sebagai radio dakwah Islam, ternyata di sebagian acaranya, ada propaganda paham sesat syi’ah. Terutama acara yang dibawakan oleh ustadz Husen Alatas dan ustadz Zen Al-Hady.
Di sejumlah masjid yang secara kultural lebih dekat ke NU (Nahdlatul Ulama), ada kalanya bisa ditemukan materi khotbah Jum’at yang mengandung propaganda paham sesat syi’ah, dan hal tersebut tidak disadari oleh jama’ah maupun pengurusnya. Begitu juga dengan televisi RI maupun swasta, karena pemilik dan pengelola program keagamannya awam, maka mereka seringkali tidak menyadari sedang ditunggangi oleh para misionaris syi’ah untuk mengkampayekan paham sesat syi’ah. Bahkan TVRI beberapa tahun yang lalu pernah kecolongan selama Ramadhan menyiarkan materi syiah, sehingga pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) menurut salah seorang ketua MUI, menyatakan keberatannya.
UIN alias IAIN yang selama ini suka disebut sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang juga melahirkan paham liberal bahkan neo-komunisme, juga bisa dirasakan adanya gerakan syi’ah di dalamnya. Misalnya, melaui sejumlah disertasi maupun tesis yang berbau Syiah. Bahkan, ada disertasi dan tesis yang justru mempromosikan konsep Nikah Mut’ah ynag sudah diharamkan Rasulullah SAW.
Misalnya, salah satu tesis karya Munawar, SHI dari IAIN/UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 13 Desember 2006, berjudul Nikah Mut’ah Sebuah Alternatif Solusi Perzinaan. Dari UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, setidaknya bisa ditemui belasan karya tulis (tesis dan disertasi) yang berbau syi’ah. Di UIN Alaudin Makassar, bisa ditemui sekitar lima karya tulis yang berbau syi’ah. (lihat Astaghfirullah… Sejumlah disertasi dan tesis di UIN IAIN Indonesia berbau Syiah, bahkan ada yang promosi Nikah Mut’ah, http://nahimunkar.com/11527/astaghfirullah-sejumlah-disertasi-dan-tesis-di-uin-iain-indonesia-berbau-syiah-bahkan-ada-yang-promosi-nikah-mutah/ )
Menurut informasi Nugon di suatu milis yang anggotanya para intelektual Muslim di dalam negeri maupun luar negeri, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada masa tertentu yang namanya tesis atau skripsi harus cenderung kepada paham Mu’tazilah, Syi’ah atau Sepilis. “Kalau lurus, lempeng, ndak laku, sulit di-approved untuk diuji, dan sulit lulus. Koko ane dulu mengajukan skripsi yang cukup brilian menurut ane, yaitu perbandingan Shakespeares vs Dongeng 1001 Malam. Mau dibedah dari segi sastra. Tapi lama sekali tidak ditanggapi oleh dosen pembimbingnya. Walhasil terpaksa ganti haluan, cari topik skripsi yang ringan-ringan, baru di-approved.”
Di UIN Alaudin Makassar, konon tokoh syi’ah Jalaluddin Rakhmat menempuh program untuk gelar doctor di sana, namun diprotes oleh para tokoh Islam. Maka dalam wisuda ke-61 periode Desember 2011, yang berlangsung pada hari Kamis tanggal 29 Desember 2011, di Auditorium UIN Alauddin Rektor UIN Alauddin, Prof Dr H A Qadir Gassing HT MS, menjelaskan, UIN Alaudin Makassar tidak memberi gelar doktor kepada Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), namun Kang Jalal sendiri yang mendaftar secara resmi melalui program doktor by research.
Sikap petinggi UIN Alaudin Makassar yang toleran dan akomodatif terhadap Jalaluddin Rakhmat yang selama ini jelas-jelas berpaham syi’ah menunjukkan bahwa gerakan syi’ah memang berani dan terang-terangan. Selama ini Jalaluddin Rakhmat melalui sejumlah tulisannya mengkafirkan sahabat Nabi.
Misalnya, dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari, IJABI Jabar bekerjasama dengan IJABI Sulsel, Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H. hal. 3, Kang Jalal mengatakan bahwa para sahabat merobah-robah agama. Di halaman berikutnya, Kang Jalal mengatakan bahwa para sahabat murtad.
Sedangkan melalui tulisannya berjudul Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan), Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 24, Kang Jalal mengatakan bahwa Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, tidak meyakini kenabian. Kemudian di halaman 73, Kang Jalal mengatakan bahwa ia (Muawiyah) bersama dengan Abu Sufyan dan Amr bin ash telah dilaknat oleh Nabi saw.
***
Begitulah faktanya, ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim syi’ah, ketika Ummat Islam di Iran dibantai dan mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa syi’ah, sementara itu di Indonesia misionaris syi’ah leluasa menjajakan paham sesatnya di radio, suratkabar, televisi, hingga ke perguruan tinggi. Ketika tokoh-tokoh penyesat bepaham sesat syi’ah kian berani, pantaskah tokoh Islam ahlussunnah wal jama’ah justru cari aman, pura-pura tidak tahu, atau justru berbalik arah mendukung syi’ah?

Hukum Sihir Dan Perdukunan.

Segala puji hanya kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tiada lagi Nabi sesudahnya. 
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka. 
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan RasulNya. 
Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara', sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta'ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta'ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka. 
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu  hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat. 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut :

"Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab 'Shahih Muslim', bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Barangsiapa mendatangi 'arraaf' (tukang ramal)) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari."

"Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:'Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Daud).

"Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafazh: 'Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."

"Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: 'Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."(HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).

Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya. 
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka. 
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa. 
Hadits-hadits Rasulullah  tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka. 
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan. 
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta'ala. 
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir  kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."(Al-Baqarah:102) 
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman : 
"Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui." 
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan.
Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia!.

Minggu, 05 Februari 2012

Ihsan Dalam Beribadah

Kualitas bisa menandingi kesekian kuantitas” Demikianlah ungkapan yang banyak tersebar di media masa. Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu kita sangat menginginkan amalan-amalan ibadah yang kita lakukan di dunia, mendapat balasan yang sangat banyak di akhirat kelak. Kita semua berharap dengan amalan ibadah kita yang sedikit, kita akan mendapat pahala yang berlipat ganda nanti di akhirat. Dengan apakah hal itu bisa terwujud? Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas amalan ibadah kita. Pada pembahasan kami kali ini, kami akan membahas tentang ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa melakukan amalan-amalan yang Dia cintai dan Dia ridhai.
Pembagian Ihsan
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang ihsan dalam beribadah, perlu diketahui sebelumnya bahwa pada dasarnya, ihsan terbagi menjadi dua: (1) ihsan dalam ibadah kepada Allah; dan (2) ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah – jenis yang akan dibahas di sini –  terbagi menjadi dua, yaitu ihsan yang wajib dan ihsan yang mustahab (sunah), sebagaimana ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk juga terbagi menjadi dua, yaitu ihsan yang wajib, dan ihsan yang mustahab (sunah). (Lihat Hushulul Ma-mul karya Syaikh Abdullah al-Fauzan hafidzahullah)
Ihsan yang Wajib dalam Beribadah
Ihsan yang wajib ialah seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan memenuhi dua syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas dan ittiba’(mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik (lebih ihsan) amalnya.” (QS. Huud: 7)
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan tentang ayat tersebut, “Yaitu amal yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Sesungguhnya suata amalan, jika dia ikhlas tetapi tidak benar; maka amalan tersebut tidak diterima. Demikian juga sebaliknya, jika suatu amalan benar, tetapi tidak ikhlas; maka amalan tersebut juga tidak diterima. Amalan hanya akan diterima jika dia ikhlas dan benar.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut, “Suatu amalan tidak dapat dikatakan ihsan, sampai amalan tersebut ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dan sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir al-Quranil ‘Adzim)
Kenapa Pahalanya Berbeda?
Pahala yang Allah berikan kepada hamba-Nya atas amal ibadah yang telah dia lakukan, berbeda-beda. Ada diantara mereka yang mendapat pahala sepuluh kali lipat, ada yang tujuh ratus kali lipat, bahkan ada yang jauh lebih banyak dari itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermaksud berbuat kebaikan, kemudian dia mengamalkannya; maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan sampai jumlah yang banyak sekali.” (Muttafaqun ‘alaih)
Kenapa demikain? Bukankah amalan yang dilakukan sama? Bukankah ibadahnya sama-sama diterima di sisi Allah Ta’ala? Kenapa balasan kebaikannya berbeda? Salah satu alasannya adalah perbedaan tingkatan ihsan seorang hamba ketika melakukan ibadah tersebut.
Sebagai misal, orang yang shalat ashar dengan khusyuk dari takbiratul ihram sampai salam, tentu mendapat pahala yang lebih banyak dari orang yang mengamalkan ibadah serupa, tetapi khusyuknya hanya dua rakaat saja. Orang yang khusyuk pada dua rakaat, pahalanya lebih banyak dari orang yang khusyuknya hanya satu rakaat saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang selesai dari shalatnya tetapi tidak ditulis pahala (penuh) baginya, kecuali setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya, hingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘sepersepuluhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya)
Ihsan yang Mustahab
Kadar ihsan seorang hamba ketika melaksanakan ibadah berbeda-beda. Pahala yang dia dapatkan dari ibadah tersebut pun berbeda-beda, sesuai dengan tingkat ihsannya. Setelah kita menunaikan ihsan yang wajib terkait dengan amalan ibadah (yaitu ikhlas dan ittiba’), hendaknya kita melanjutkannya dengan melakukan sunah-sunahnya. Ihsan yang mustahab (sunah) terbagi menjadi dua tingkatan:
1. Tingkatan Musyahadah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah seolah-oleh dia melihat-Nya. Maksud melihat di sini bukanlah melihat dzat-Nya, tetapi melihat sifat-sifat-Nya, yaitu dengan melihat bekas-bekas dari sifat-sifat-Nya yang bisa disaksikan pada ciptaan-Nya.
Ilmu dan keyakinan seorang mukmin dengan nama-nama Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya akan menjadikannya mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat di alam ini kepada salah satu nama di antara nama-nama Allah atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Ketika dia melihat sesuatu yang menyenangkan, maka dia langsung ingat akan keluasan rahmat-Nya. Ketika dia melihat suatu musibah, maka dia langsung ingat akan kekuasaan Allah dan dalamnya hikmah-Nya. Dia senantiasa mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat kepada nama diantara nama-nama Allah Ta’ala atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, maka nama-nama Allah yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi akan senantiasa hadir dalam hatinya, khususnya ketika beribadah kepada Allah Ta’ala.
2. Tingkatan Muraqabah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan disertai perasaan bahwasanya Allah senantiasa mengawasinya. Jika seorang hamba beribadah kepada Allah dengan perasaan demikian, maka dia akan senantiasa berusaha membaguskan ibadahnya karena Allah Ta’alasenantiasa mengawasinya. Ketika dia memulai shalat, dia yakin bahwa Allah mengawasinya dan dia sedang berdiri dihadapan-Nya. Oleh karena itu, dia akan senantiasa memperhatikan gerakan-gerakan di dalam shalat tersebut, dan membaguskannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan tentang makna ihsan, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Tingkatan yang pertama (tingkatan musyahadah) ditunjukkan oleh sabda beliau, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.” Sedangkan tingkatan muraqabah, yaitu tingkatan yang lebih rendah dari tingkatan musyahadah, ditunjukkan oleh sabda beliau, “Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Demikialah sedikit bahasan tentang ihsan dalam beribadah. Semoga  Allah Ta’ala senantiasa  memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk dapat ihsan dalam semua amal ibadah kita kepada-Nya. Semoga Allah menerima semua amalan kita, dan memberikan balasan yang berlipat ganda nanti di akhirat.
Rujukan utama:
Syarh Arbain oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidhahullah.

Makna Tauhid

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Kamis, 26 Januari 2012

Menyekutukan Allah dengan Ulama

Keberadaan ulama dalam umat ini adalah sebuah keberkahan yang akan membawa kebaikan bagi umat. Ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang meneruskan estafet dakwah para nabi dalam rangka meninggikan kalimat tauhid di muka bumi. Akan tetapi, dengan berbagai keutamaan yang terdapat dalam diri seorang ulama, mereka tetaplah berbeda dengan nabi. Jika nabi itu ma’shum, maka ulama tidaklah ma’shum. Seorang ulama bisa saja tergelincir dalam suatu permasalahan. Maka yang wajib bagi kita adalah mengikuti apa yang sesuai dengan Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun kita harus menyelisihi ulama yang tergelincir tersebut, meskipun mengaku keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, betapa pun kita mencintai dan menyanjungnya.
Menjadikan Ulama Sebagai Tandingan Allah
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, di antara konsekuensi kalimat syahadat yang selalu kita dengung-dengungkan adalah tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghalalkan apa yang Allah halalkan dan mengharamkan apa yang Allah haramkan. Maka sebuah kewajiban bagi semua kaum muslimin untuk selalu mendahulukan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dari seluruh ucapan manusia di dunia ini setinggi apapun kedudukannya dan semulia apapun nasabnya. Tidak boleh kita taklid buta kepada seseorang sampai-sampai ketika beliau tergelincir dalam suatu permasalahan, maka kita tetap mengikuti ketergelinciran beliau dan melupakan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum nasrani dan yahudi,
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (QS. At Taubah : 31)
Ayat ini ditafsirkan dengan hadits Adi bin Hatim Ath Thoo-i radhiyallahu ‘anhu dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat tersebut kepada beliau. Kemudian beliau berkata : “Wahai Rasulullah, kami tidaklah beribadah kepada mereka”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه، ويحرمون ما أحل الله فتحرمونه؟
Bukankah mereka menghalalkan untuk kalian apa yang Allah haramkan sehingga kalianpun menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan sehingga kalian mengharamkannya?”. Beliau (Adi bin Hatim) berkata : “Benar”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فتلك عبادتهم
Itulah (yang dimaksud) beribadah kepada mereka[1]
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut menafsirkan bahwa maksud “menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” bukanlah maknanya ruku’ dan sujud kepada mereka. Akan tetapi maknanya adalah mentaati mereka dalam mengubah hukum Allah dan mengganti syari’at Allah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Perbuatan tersebut dianggap sebagai bentuk beribadah kepada mereka selain kepada Allah dimana mereka menjadikan para ulama dan ahli ibadah tersebut sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam masalah menetapkan syari’at.
Barangsiapa yang mentaati mereka dalam hal tersebut, maka sungguh dia telah menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam menetapkan syari’at serta menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Ini adalah syirik besar”[2]
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hadits tersebut adalah dalil bahwa mentaati ulama dan ahli ibadah dalam bermaksiat kepada Allah adalah bentuk ibadah kepada mereka selain kepada Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah”[3]
Kemudian Allah Ta’ala berfirman dalam kelanjutan ayat di atas,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا
Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa” (QS. At Taubah : 31)
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas : “Yakni Rabb yang jika mengharamkan sesuatu, maka hukumnya haram. Dan apa yang Dia halalkan, maka hukumnya halal. Dan apa yang Dia syari’atkan, maka harus diikuti. Dan apa yang Dia tetapkan, maka harus dilaksanakan”[4]
Hal ini menunjukkan bahwa penetapan syari’at, mengharamkan dan menghalalkan sesuatu, adalah hak mutlak milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lalu Allah Ta’ala menutup ayat di atas dengan firman-Nya,
سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At Taubah : 31)
Akhir ayat tersebut menunjukkan mengikuti seseorang ataupun ulama yang mengharamkan apa yang Allah halalkan dan menghalalkan apa yang Allah haramkan adalah sebuah kesyirikan. Kenapa? Karena mengikuti ulama yang mengharamkan apa yang Allah halalkan dan menghalalkan apa yang Allah haramkan sama saja mengatakan bahwa ulama tersebut berhak untuk mengharamkan dan menghalalkan sesuatu padahal hak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak mutlak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hakikatnya sama saja ia membuat tandingan/sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menetapkan syari’at. Inilah yang disebut dengan asy syirku fit tha’ah, syirik dalam hal ketaatan.
Apakah pelakunya otomatis kafir?
Orang yang mengikuti ketergelinciran ulama dalam mengharamkan apa yang Allah Ta’ala halalkan dan sebaliknya tidak boleh langsung dicap kafir. Akan tetapi dalam masalah ini ada perincian sehingga hukumnya berbeda-beda tergantung individunya. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah memberikan perincian dalam masalah ini :
  1. Jika dia meyakini bahwa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal adalah sebuah perkara yang diperbolehkan, maka ini adalah syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya keluar dari Islam
  2. Jika dia tidak meyakini bolehnya perbuatan tersebut, tetapi meyakini bahwa menghalalkan dan mengharamkan adalah hak milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi dia melakukannya karena dorongan hawa nafsunya, atau karena ingin mewujudkan beberapa maslahat, maka ini adalah dosa besar tetapi tidak sampai derajat syirik akbar[5]
Bahaya meninggalkan hadits Rasulullah demi mengikuti pendapat seseorang
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Hampir saja batu jatuh dari langit menimpa kalian. Aku mengatakan : ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda’. Tetapi kalian mengatakan : ‘Abu Bakar dan Umar berkata?’ “[6]
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan : “Aku heran terhadap orang yang mengetahui sanad suatu hadits dan keshahihannya, tetapi mereka berpaling kepada pendapat Sufyan (Ats Tsauri). Allah Ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur : 63)
Apakah engkau tahu apa yang dimaksud ‘fitnah’? Fitnah adalah kesyirikan. Bisa jadi jika dia membantah sebagian sabda Rasulullah maka kesesatan akan tertanam di hatinya hingga akhirnya dia binasa”[7]
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “Orang yang sengaja membantah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mengikuti hawa nafsunya atau karena fanatik terhadap syaikhnya yang ia taklid kepadanya, maka (berdasarkan surat An Nuur di atas) ia diancam dengan dua hukuman :
  1. Kesesatan yang bercokol di hati. Ketika mereka berpaling dari Al Qur’an dan tidak mau mempelajarinya, maka Allah akan membuat hati-hati mereka berpaling dari kebenaran sebagai hukuman atas mereka. Ini adalah bahaya yang sangat besar
  2. Tertimpa adzab yang pedih yang dirasakan jasad mereka, yakni dengan terbunuh di dunia. Dimana Allah akan memberikan orang lain keleluasaan untuk  membinasakan dirinya dan membunuhnya sebagai bentuk hukuman bagi mereka. Jikapun mereka mati bukan karena dibunuh, maka mereka akan diadzab di neraka (akibat penyelisihan mereka terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). [8]
Penutup
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sungguh musibah taklid buta telah tersebar saat ini di masyarakat kita. Mereka lebih mendahulukan pendapat ustadz, ulama, kiyai, atau habib kesayangan mereka dibandingkan firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah tidaklah membuat mereka meninggalkan adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan keduanya. Maka hendaklah kita semua takut akan ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur : 63)
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik” (QS. Ash Shaff : 5)
Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita taufik untuk selalu berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan meninggalkan pendapat manusia siapapun dia jika bertentangan dengan keduanya. Wallahu waliyyut taufiq.